Kamis, 08 Desember 2016

METODOLOGI PENULISAN KITAB HADITS SUNAN ABU DAWUD



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Al-Qur’an sebagai kalamullah adalah sumber hukum tertinggi umat Islam. Meskipun demikian tanpa pelengkap kalamullah tersebut belum mampu untuk dipahami, dicerna ataupun diamalkan. Dengan kata lain Al-Qur’an belumlah sempurna tanpa bantuan Al-Hadits sebagai salah satu pelengkapnya.
Jika melihat pada literatur sejarah, kodifikasi Hadis mengalami rentetan peristiwa yang cukup panjang. Saat menyadari kemustahilan untuk melestarikan Hadis dengan hafalan, beberapa ulama Hadis mulai menuliskan apa yang dia hafal. Setelah penulisan dan pembukuan Hadis diizinkan secara resmi pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Aziz, ulama-ulama tersebut mengumpulkan apa yang dia tulis dan membukukannya. Di antaranya nama-nama yang tidak asing di telinga kita seperti Imam Malik dengan "Muwatha'"-nya, Imam Bukhari dan Muslim, dan berikut sosok ulama Hadis yang akan kita bahas dalam makalah kali ini, Imam Abu Daud dengan kitab Sunan-nya.
Sebagai pengenalan, dalam makalah ini penulis sedikit mengulas secara singkat tentang biografi beliau, sejarah kitab Sunan miliknya beserta metodologi yang beliau pakai dalam pembukuan Hadis. Ini semua adalah hal-hal yang cukup penting untuk diketahui sebelum kita tenggelam lebih dalam saat membaca kitab Sunan ini.
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang menjadi acuan pembahasan dalam makalah ini , yaitu:
1.      Apakah yang dimakasud dengan kitab Sunan ?
2.       Bagaimanakah biografi Abu Daud ?
3.      Bagaimana metodologi penulisan kitab hadits sunan Abu Daud ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertia Kitab Hadits As-Sunan
Secara etimologi sunan adalah kosa kata bahasa Arab yang merupakan bentuk jamak dari kata sunnah yang berarti jalan, tabiat, atau perilaku hidup, sedangkan menurut terminologi ialah kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan bab-bab fikhi dan hanya memuat hadits-hadits marfu’, kalaupun dalam kitab sunan terdapat hadits yang mauqhuf dan maqthu’, maka jumlahnya hanya sedikit saja, berbeda dengan tipe penyusunan kitab hadits Muaththo’ dan mushannaf yang banyak memuat hadits-hadits mauquf dan maqtu’, meskipun tipe penyusunannya sama berdasarkan bab fikhi,
Menurut Manna’ Al-Qaththan dalam kitabnya Al-Risalah al-Mustahrafah menyatakan tipe kitab sunan merupakan tipe penyusunan kitab hadits berdasarkan bab-bab fikhi yang hanya memuat hadits-hadits marfu’ saja, sebab menurut beliau hadits mauquf dan maqtu’ tidak disebut sunnah  melainkan disebut hadits saja.
Kitab hadits sunan yang tipe penyusunannya berdasarkan bab fikhi yang dimulai dari bab thaharah, shalat, zakat, dan seterusnya, didalamnya tercampur antara hadits shahih, hasan, dan dha’if dengan memberikan penjelasan tentang kualitas hadits tersebut agar supaya para fuqaha muda untuk menjadikan sumber dalam mengambil kesimpulan hukum.
Berikut ini kami kemukakan karakteristik tipe penulisan kitab hadits sunan diantaranya ialah:
1.      Bab-babnya berurutan berdasarkan bab-bab fikhi.
2.      Penyusunan bab-babnya dilakukan secara sistematis.
3.      Hanya memuat hadits-hadits marfu’ saja, kalaupun ada yang mauquf dan maqtu’ jumlahnya sangat sedikit.
4.      Tercampur antara hadits shahih, hasan, dan dha’if dan
5.      Pada sebagian kitab dicantumkan penjelasan tentang kualitas hadits yang bersangkutan.
Kitab yang disusun menggunakan tipe ini cukup banyak diantaranya ialah :
1.      Kitab Sunan Abi Daud karya Abu Daud al-Sijistani (w. 275 H)
2.      Kitab Sunan Ibn Majah karya Ibn Majah al-Qaswayni (w. 275 H)
3.      Kitab Sunan Al-Nasa’i karya al-Nasa’i (w. 303 H)
4.      Kitab Sunan Al-Baihaki Karya Ahmad ibnu Husain al-Baihaki (w. 458 H)
5.      Kitab Sunan Al-Daruquthni karya Ali Ibnu Umar Al-Daruquthni (w. 385 H)
6.      Kitab Sunan Al-Darimi karya Abd Allah Ibn Abd Al-Rahman Al-Darimi (w. 204 H)    
B.  Biografi Abu Daud
Nama lengkap beliau ialah Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishak bin Basyir bin Shihab bin Amar bin Amron al-Azdi as-Sijistani, yang dalam literatur kelimuan klasik kita kenal dengan nama Abu Daud al-Azdî as-Sijistâni. Disampin beliau ahli hadits, juga ahli dalam masalah fiqh dan ushul serta masyhur akan kewara’annya dan kezuhudannya. Beliau dilahirkan tahun 202 H/817 M. di Sijistan. Yaitu sebua desa kecil yang terletak diantara iran dengan afganistan, dan beliau wafat pada tahun 275 H/889 M di Bashra.
 Sejak kecil Abu Dawud sangat mencintai ilmu dan sudah bergaul dengan para ulama untuk menimba ilmunya. Sebelum dewasa, dia sudah mempersiapkan diri untuk mengadakan perlawatan, mengelilingi berbagai negeri. Dia belajar hadits dari para ulama yang ditemuinya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri lainnya. Pengembaraannya ke beberapa negeri itu menunjang dia untuk mendapatkan hadits sebanyak-banyaknya. Kemudian hadits itu disaring, ada sebanyak 50.000 hadits yang beliau kumpulkan lalu dipilih dan disaring sehingga hanya tersisa 4800 hadits.
 Kecenderungan Abu Dawud dalam bidang hadits sebenarnya tidak terlepas dari didikan keluarganya. Al Asy'ats bin Ishaq, ayah Abu Dawud, seorang perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari Hamad bin Zaid. Tidak hanya itu, saudaranya Muhammad bin Al Asy`ats termasuk seorang yang menekuni hadits dan ilmu hadits. Tidak jarang pula, Muhammad, saudaranya menjadi teman perjalanan Abu Dawud dalam mencari hadits dari ulama hadits.
Kecintaan Abu Dawud dalam bidang hadits terlihat sejak berusia belasan tahun. Abu Dawud sejak tahun 221 H, sudah berada di Baghdad. Abu Dawud sempat menyaksikan wafat Imam Muslim. Bahkan "Aku menyaksikan jenazahnya dan menshalatkannya, " kata Abu Dawud.

Ketika di Bagdad, Imam Abu Daud mulai menyusun kitab Sunannya. Uniknya, Abu Dawud memfokuskan diri pada hadits-hadits yang terkait dengan syariat. Setiap hadits dalam kumpulan haditsnya diperiksa kesesuaiannya dengan Al-Qur’an. Begitu pula dengan keseriusan Abu Dawud melihat hadits-hadits dari sisi sanadnya. Bahkan Abu Dawud pernah memperlihatkan kitab haditsnya kepada Imam Ahmad untuk dikoreksi.

             Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiah yang dijabat oleh Khalifah al-Ma’mun. Karier Kaulamaan Imam Abu Dawud menonjol sejak menetap  tinggal di kota Baghdad. Atas permohonan Amir Bashrah (Abu Ahmad al-Muwaffiq) Imam Abu Dawud bersedia pindah berdomisili ke Bashrah. Saat itu Amir Bashrah tengah berupaya menghilangkan kenangan bruruk masyarakat terhadap kota Bashrah yang pernah menjadi pusat fitnah, yakni ajang pembunuhan  massal seluruh sisa-sisa keturunan dinasti Umayyah dalam suatu resepsi yang direncanakan sebagai makar pembantaian. Bashrah diprogram sebagai centra  kegiatan pendidikan dan ilmu pengetahuan serta Imam Abu Dawud dijadikan maskot programnya. Di kota tersebut Imam Abu Dawud wafat bertepatan hari Jum’at 14 Syawal 275 H.

1.    Pujian para Ulama terhadap beliau
Para ulama’ telah sepakat menetapkan beliau sebagai hafidz yang sempurna, pemilik ilmu yang melimpah, muhaddits yang terpercaya, Wara’ dan mempunyai pemahaman yang tajam, baik dalam ilmu hadits maupun lainnya.
Al-Khaththany berpendapat, bahwa tidak ada susunan kitab ilmu agama setara dengan kitab Sunan Abu Dawud. Seluruh manusia dari aliran-aliran yang berbeda-beda dapat menerimanya. Cukuplah kiranya bahwa umat tidak perlu mengadakan persepakatan untuk meninggalkan sebuah hadits pun dari kiatab ini. IbnuAl-‘Araby mengatakan , barang siapa yang dirumahnya adalah Al-Qur’an dan kitab Sunan Abu Dawud ini, tidak usah memerlukan kitab-kitab yng lain. Imam Al-Ghazali memandang cukup, bahwa kitab sunan Abu Dawud itu dibuat pegangan bagi para mujtahid.
2.    Guru-guru beliau
Perjalanan panjangnya  kebeberapa daerah tersebut memungkinkannya untuk        menemui beberapa ulama yang kemudian dijadikan guru dalam berbagai disiplin ilmu, utamanya ilmu hadis.  Diantara beberapa ulama yang kemudian menjadi gurunya ialah:
a.       Al-Qa’nabi di Mekah
b.      Sulaiman bin Harb di Mekah
c.       Muslim bin Ibrahim di Basrah
d.      Abdullah bin Raja’ di Basrah
e.       Abu al-Walid ath-Thayalasi di basrah
f.       Musa bin Ismail di Basrah
g.      Al-Hasan bin al-Rabi’ al-Burahani  di kufah
h.      Ahmad bin Yunus al- Yarbu’I di kufah
i.        Abu Taubah al-Rabi bin Nafi’ di halb
j.        Abu Ja’far al-Nafili di Harran
k.      Ahmad bin Abi syu’aib di Harran
l.         Hîwah bin Syuraih  di Harran
m.    Yazîd bin Abdu Rabah di Himsha
n.      Shafwân bin Shâlih di Himsha
o.      Hisyâm bin Âmir di Damaskus
p.      Ahmad bin Hanbâl di Baghdad
q.      , Qutaibah bin Sa’îd di Balkh,
r.        Ahmad bin Shalîh dari Mesir, dan lain sebagainya.

3.    Murid-murid beliau
Beliau memiliki murid yang banyak dari setiap penjuru, namun saya hanya menyebutkan murid-muridnya yang meriwayatkan sunan darinya, yaitu:
a.       Abu ath-Thayyib Ahmad bin Ibrahîm al-Asynânî al-Baghdâdî
b.      Abu Amru Ahmad bin Ali bin Hasan al-Bashrî
c.       Abu Sa'id ibnu al-A'râbî
d.      Ali bin al-Hasan bin al-'Abd al-Anshârî
e.       Abu Ali Muhammad bin Ahmad al-Lu'luî
f.       Muhammad bin Bakr bin Dâsah at-Tamâr
g.      Abu Usamah Muhammad bin Abdul Malik ar-Ruwâts
4.    Kitab-kitab karangan beliau
Dalam perjalanan panjang yang dilalui oleh Abu dawud, beliau telah mengasilkan beberapa kitab yang sangat bermanfaat bagi manusia secara umum, terutama kitab Sunan yang terkenal itu.  Namun  selain al-Sunan Abu Dawud tercatat juga menghasilkan beberapa karya, yakni:
a.       Ibtidâul Wahyi
b.      Akhbârul Khawâriz
c.       'Alâmun Nubuwwah
d.      Kitab Tafarrud
e.       ad-Du'â
f.       az-Zuhd
g.      Kitâb Sunan
h.      Kitâb Fadhâil Anshâr
i.        al-Qadru
j.        al-Marâsil
k.      al-Masâil
l.        Musnad Mâlik
m.    Nasîkh wal Mansûkh Qur'an
C.  Metodologi Penulisan Kitab Sunan Abu Daud
Dalam penulisan kitab Sunan, beliau tidak sekedar mengeluarkan hadis-hadis shahih saja, namun hadis shahih, hasan lidzatihi dan hasan lighairihi dan hadis-hadis yang disepakati ulama untuk tidak meninggalkannya. Apabila terdapat kelemahan dalam hadis-hadis tersebut beliau pasti menjelaskannya dan mewaspadainya. Sedangkan apa yang tidak beliau komentari maka hadis itu adalah shalih. Hadis-hadis tersebut disusun sesuai dengan bab fikih yang mencakup seluruh permasalahan dan hukum-hukum baik akidah, ibadah, muamalah, nikah, jihad, dan juga tentang akhlak dan sulukiyah.
Nama As-Sunnan  merupakan pemberian langsung Imam Abu Dawud yang ditulis dalam empat jilid, Pada mulanya Abu Daud mengumpulkan sebanyak 500.000 hadits namun setelah  diproses  selama 35 tahun dan terakhir  dimintakan uji mutu riwayat hadisnya kepada Imam Ahmad bin Hanbal selaku guru beliau, maka hanya tersisa  4.800  hadis.  Koleksi as-Sunan  tersusun dalam beberapa kitab, terbagi menjadi 35 paragraf dan dikelompokkan kedalam 1871 sub judul (sub bab).
Koleksi sunnah dalam as-Sunan terbatas  pada riwayat  bermateri  kandungan  hukum (ahkamuddin) saja. Untuk peminat  hadis bermuatan al-fadha’il, suhud, al-raqa’iq, kisah-kisah dan al-adab telah beliau sediakan dalam bentuk koleksi lain tersebar pada 18 titel kitab beliau. Bagi setiap sub bab  lazim tertera  sebanyak  dua unit hadis.
Koleksi  hadis  yang dihasilkan oleh Imam Abu Dawud memuat banyak riwayat yang sulit dijumpai pada kitab kolektor yang lain, hal itu menurut penilaian al-Hafidz Ibnu Kasir merupakan kelebihan tersendiri dari Sunan Abu Dawud, namun pada segi lain Imam Abu Dawud amat sederhana dalam menangani sektor sanad. Adalah reputasi tersendiri bila Sunan Abu Dawud berhasil mengantisipasi riwayat mauquf, bahkan cukup mantap dalam menolak kehadiran informasi yang bertaraf asar (asar shahabi atau tabi’in).
Sekalipun besar kepercayaan umat Islam kepada kitab Sunan Abu Dawud, namun al-Hafidz Ibnu al-Jauziy menuduh sedikitnya ada sembilan hadis koleksi Abu Dawud sebagai maudhu’ (palsu). Reaksi ulama terhadap tuduhan/saksi maudhu’ kepada Sunan Abu Dawud (sekalipun hanya untuk kesembilan unit hadis) terpulang dari kecerobohan Ibnul-Jauziy sebagai kritikus yang amat gegabah dan tergesa-gesa mengambil keputusan. Jalaluddin  As-Sayuthi tegas-tegas menolak tuduhan Ibnul Jauziy itu. Belajar dari pengalaman ulama hadis masa lalu seyogyanya bila hendak memanfaatkan hadis (riwayat) eks koleksi Imam Abu Dawud supaya diadakan pengkajian lebih cermat guna menentukan klasifikasi mutu shahih, hasan atau dha’if, demi memelihara kesucian ajaran Islam melalui seleksi sumber referensinya.
Beberapa ulama mensyarah dan meneliti Sunan Abu Dawud ini, diantaranya :
  1. Ma’alimus Sunan yang ditulis oleh Imam Abu Sulaiman Ahmad bin Ibrahim al-Busti al-Khaththabi (w. 388) yang merupakan syarah sederhana dengan mengupas masalah bahasa, penelitian terhadap riwayat, istinbath hukum dan pembahasan adab.
  2. Aunul Ma’bud ’ala Sunan Abi Dawud yang ditulis oleh Imam Syamsul Haq Muhammad Asyraf bin Ali Haidar ash-Shiddiqi al-Azhim Abadi as-Salafi (ulama abad ke-14) dalam 4 jilid besar.
  3. al-Manhalu Adzbu al-Maurid yang ditulis oleh Syaikh Mahmud bin Khaththab as-Subki (w. 1352). Beliau juga meneliti dan memilah serta menjelaskan derajat hadits-hadist yang shahih, hasan maupun dhaif.
  4. al-Mujtaba Tahdzib Sunan Abi Dawud oleh al-Imam al-Hafizh Abdul Azhim al-Mundziri (w. 656) yang meringkas, menyusun kembali dan menyebutkan perawi-peraei lain yang juga meriwayatkan hadits di dalam Sunan Abu Dawud, serta beliau menunjukkan beberapa hadits dhaif di dalamnya.
  5. Ta’liq al-Mujtaba oleh Syaikhul Islam kedua, Imam Ibnul Qayyim (w. 751) yang memberikan Komentar tentang kelemahan hadits yang dijelaskan oleh al-Mundziri, menegaskan keshahihah hadits yang belum dishahihkan serta membahas matan yang musykil.


BAB III
PENUTUP

Berdasarkan uraian makalah kami diatas, maka kami dapat memetik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Kitab hadits sunan ialah kitab yang disusun berdasarkan bab-bab fikhi dan hanya memuat hadits marfu’ tidak mengandung hadits mauquf dan maqtu karna keduanya bukan merupakn hadits melainkan hanya sunnah.
2.      Nama lengkap Abu Daud ialah Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishak bin Basyir bin Shihab bin Amar bin Amron al-Azdi as-Sijistani dilahirkan pada tahun 202 H/ 817 M di Sijistan dan wafat pada tahun 275 H/ 889 M di Basrah. Beliu belajar hadits dari para ulama yang ditemuinya di Hijaz, Syam, Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri lainnya.
3.      Abu Daud dalam menulis kitabnya tidak hanya memasukkan hadits-hadits shahih akan tetapi hadits hasan dan dhaif juga beliau masukkan dengan menjelaskan kualitas hadits-hadits tersebut.


DAFTAR PUSTAKA

Abu Dawud,  His Letters To Meccans,ed. M. Sabbagh, 1395
Dr. Idris, M.Ag, Studi Hadits, Jakarta, Kencana Perenada Media Grup, 2010
Hasbi Ash Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1953
Dzulmani, Mengenal Kitab-kitab Hadith, Yogyakarta, Insan Madani, 2008
Dr. Ahmad Umar Hasyim, Manhaj al-Imam Abu Dawud al-Sijistani, Majalah Rabithah al-Alami al-Islami, Mekkah, tahun XIX, Nopember 1980, hal. 53-56.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar