BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an
sebagai kalamullah adalah sumber hukum tertinggi umat Islam. Meskipun demikian
tanpa pelengkap kalamullah tersebut belum mampu untuk dipahami, dicerna ataupun
diamalkan. Dengan kata lain Al-Qur’an belumlah sempurna tanpa bantuan Al-Hadits
sebagai salah satu pelengkapnya.
Jika
melihat pada literatur sejarah, kodifikasi Hadis mengalami rentetan peristiwa
yang cukup panjang. Saat menyadari kemustahilan untuk melestarikan Hadis dengan
hafalan, beberapa ulama Hadis mulai menuliskan apa yang dia hafal. Setelah
penulisan dan pembukuan Hadis diizinkan secara resmi pada masa kekhalifahan
Umar bin Abdul Aziz, ulama-ulama tersebut mengumpulkan apa yang dia tulis dan
membukukannya. Di antaranya nama-nama yang tidak asing di telinga kita seperti
Imam Malik dengan "Muwatha'"-nya, Imam Bukhari dan Muslim, dan
berikut sosok ulama Hadis yang akan kita bahas dalam makalah kali ini, Imam Abu
Daud dengan kitab Sunan-nya.
Sebagai
pengenalan, dalam makalah ini penulis sedikit mengulas secara singkat tentang
biografi beliau, sejarah kitab Sunan miliknya beserta metodologi yang beliau
pakai dalam pembukuan Hadis. Ini semua adalah hal-hal yang cukup penting untuk
diketahui sebelum kita tenggelam lebih dalam saat membaca kitab Sunan ini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah
yang menjadi acuan pembahasan dalam makalah ini , yaitu:
1.
Apakah
yang dimakasud dengan kitab Sunan ?
2.
Bagaimanakah biografi Abu Daud ?
3.
Bagaimana
metodologi penulisan kitab hadits sunan Abu Daud ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertia Kitab Hadits As-Sunan
Secara etimologi sunan adalah kosa kata bahasa Arab yang merupakan
bentuk jamak dari kata sunnah yang berarti jalan, tabiat, atau perilaku hidup, sedangkan
menurut terminologi ialah kitab-kitab hadits yang disusun berdasarkan bab-bab
fikhi dan hanya memuat hadits-hadits marfu’, kalaupun dalam kitab sunan
terdapat hadits yang mauqhuf dan maqthu’, maka jumlahnya hanya sedikit saja,
berbeda dengan tipe penyusunan kitab hadits Muaththo’ dan mushannaf yang banyak
memuat hadits-hadits mauquf dan maqtu’, meskipun tipe penyusunannya sama
berdasarkan bab fikhi,
Menurut Manna’ Al-Qaththan dalam kitabnya Al-Risalah al-Mustahrafah
menyatakan tipe kitab sunan merupakan tipe penyusunan kitab hadits berdasarkan
bab-bab fikhi yang hanya memuat hadits-hadits marfu’ saja, sebab menurut beliau
hadits mauquf dan maqtu’ tidak disebut sunnah
melainkan disebut hadits saja.
Kitab hadits sunan yang tipe penyusunannya berdasarkan bab fikhi yang
dimulai dari bab thaharah, shalat, zakat, dan seterusnya, didalamnya tercampur
antara hadits shahih, hasan, dan dha’if dengan memberikan penjelasan tentang
kualitas hadits tersebut agar supaya para fuqaha muda untuk menjadikan sumber
dalam mengambil kesimpulan hukum.
Berikut ini kami kemukakan karakteristik tipe penulisan kitab hadits
sunan diantaranya ialah:
1.
Bab-babnya
berurutan berdasarkan bab-bab fikhi.
2.
Penyusunan
bab-babnya dilakukan secara sistematis.
3.
Hanya
memuat hadits-hadits marfu’ saja, kalaupun ada yang mauquf dan maqtu’ jumlahnya
sangat sedikit.
4.
Tercampur
antara hadits shahih, hasan, dan dha’if dan
5.
Pada
sebagian kitab dicantumkan penjelasan tentang kualitas hadits yang
bersangkutan.
Kitab yang disusun menggunakan tipe ini cukup banyak diantaranya
ialah :
1.
Kitab
Sunan Abi Daud karya Abu Daud al-Sijistani (w. 275 H)
2.
Kitab
Sunan Ibn Majah karya Ibn Majah al-Qaswayni (w. 275 H)
3.
Kitab
Sunan Al-Nasa’i karya al-Nasa’i (w. 303 H)
4.
Kitab
Sunan Al-Baihaki Karya Ahmad ibnu Husain al-Baihaki (w. 458 H)
5.
Kitab
Sunan Al-Daruquthni karya Ali Ibnu Umar Al-Daruquthni (w. 385 H)
6.
Kitab
Sunan Al-Darimi karya Abd Allah Ibn Abd Al-Rahman Al-Darimi (w. 204 H)
B.
Biografi Abu Daud
Nama
lengkap beliau ialah Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’as bin Ishak bin Basyir bin
Shihab bin Amar bin Amron al-Azdi as-Sijistani, yang dalam literatur kelimuan
klasik kita kenal dengan nama Abu Daud al-Azdî as-Sijistâni. Disampin beliau ahli
hadits, juga ahli dalam masalah fiqh dan ushul serta masyhur akan
kewara’annya dan kezuhudannya. Beliau dilahirkan tahun 202 H/817 M. di Sijistan.
Yaitu sebua desa kecil yang terletak diantara iran dengan afganistan, dan
beliau wafat pada tahun 275 H/889 M di Bashra.
Sejak kecil Abu Dawud sangat mencintai ilmu
dan sudah bergaul dengan para ulama untuk menimba ilmunya. Sebelum dewasa, dia
sudah mempersiapkan diri untuk mengadakan perlawatan, mengelilingi berbagai
negeri. Dia belajar hadits dari para ulama yang ditemuinya di Hijaz, Syam,
Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri lainnya. Pengembaraannya ke
beberapa negeri itu menunjang dia untuk mendapatkan hadits sebanyak-banyaknya.
Kemudian hadits itu disaring, ada sebanyak 50.000 hadits yang beliau kumpulkan
lalu dipilih dan disaring sehingga hanya tersisa 4800 hadits.
Kecenderungan Abu Dawud dalam bidang
hadits sebenarnya tidak terlepas dari didikan keluarganya. Al Asy'ats bin
Ishaq, ayah Abu Dawud, seorang perawi hadits yang meriwayatkan hadits dari
Hamad bin Zaid. Tidak hanya itu, saudaranya Muhammad bin Al Asy`ats termasuk
seorang yang menekuni hadits dan ilmu hadits. Tidak jarang pula, Muhammad,
saudaranya menjadi teman perjalanan Abu Dawud dalam mencari hadits dari ulama
hadits.
Kecintaan Abu Dawud dalam bidang hadits terlihat sejak
berusia belasan tahun. Abu Dawud sejak tahun 221 H, sudah berada di Baghdad.
Abu Dawud sempat menyaksikan wafat Imam Muslim. Bahkan "Aku menyaksikan
jenazahnya dan menshalatkannya, " kata Abu Dawud.
Ketika di Bagdad, Imam Abu Daud mulai menyusun kitab
Sunannya. Uniknya, Abu Dawud memfokuskan diri pada hadits-hadits yang terkait
dengan syariat. Setiap hadits dalam kumpulan haditsnya diperiksa kesesuaiannya
dengan Al-Qur’an. Begitu pula dengan keseriusan Abu Dawud melihat hadits-hadits
dari sisi sanadnya. Bahkan Abu Dawud pernah memperlihatkan kitab haditsnya
kepada Imam Ahmad untuk dikoreksi.
Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiah yang dijabat oleh Khalifah al-Ma’mun. Karier Kaulamaan Imam Abu Dawud menonjol sejak menetap tinggal di kota Baghdad. Atas permohonan Amir Bashrah (Abu Ahmad al-Muwaffiq) Imam Abu Dawud bersedia pindah berdomisili ke Bashrah. Saat itu Amir Bashrah tengah berupaya menghilangkan kenangan bruruk masyarakat terhadap kota Bashrah yang pernah menjadi pusat fitnah, yakni ajang pembunuhan massal seluruh sisa-sisa keturunan dinasti Umayyah dalam suatu resepsi yang direncanakan sebagai makar pembantaian. Bashrah diprogram sebagai centra kegiatan pendidikan dan ilmu pengetahuan serta Imam Abu Dawud dijadikan maskot programnya. Di kota tersebut Imam Abu Dawud wafat bertepatan hari Jum’at 14 Syawal 275 H.
1.
Pujian
para Ulama terhadap beliau
Para
ulama’ telah sepakat menetapkan beliau sebagai hafidz yang sempurna, pemilik
ilmu yang melimpah, muhaddits yang terpercaya, Wara’ dan mempunyai pemahaman
yang tajam, baik dalam ilmu hadits maupun lainnya.
Al-Khaththany berpendapat, bahwa tidak ada susunan kitab ilmu agama setara dengan kitab Sunan Abu Dawud. Seluruh manusia dari aliran-aliran yang berbeda-beda dapat menerimanya. Cukuplah kiranya bahwa umat tidak perlu mengadakan persepakatan untuk meninggalkan sebuah hadits pun dari kiatab ini. IbnuAl-‘Araby mengatakan , barang siapa yang dirumahnya adalah Al-Qur’an dan kitab Sunan Abu Dawud ini, tidak usah memerlukan kitab-kitab yng lain. Imam Al-Ghazali memandang cukup, bahwa kitab sunan Abu Dawud itu dibuat pegangan bagi para mujtahid.
Al-Khaththany berpendapat, bahwa tidak ada susunan kitab ilmu agama setara dengan kitab Sunan Abu Dawud. Seluruh manusia dari aliran-aliran yang berbeda-beda dapat menerimanya. Cukuplah kiranya bahwa umat tidak perlu mengadakan persepakatan untuk meninggalkan sebuah hadits pun dari kiatab ini. IbnuAl-‘Araby mengatakan , barang siapa yang dirumahnya adalah Al-Qur’an dan kitab Sunan Abu Dawud ini, tidak usah memerlukan kitab-kitab yng lain. Imam Al-Ghazali memandang cukup, bahwa kitab sunan Abu Dawud itu dibuat pegangan bagi para mujtahid.
2.
Guru-guru
beliau
Perjalanan
panjangnya kebeberapa daerah tersebut memungkinkannya untuk menemui beberapa ulama yang kemudian
dijadikan guru dalam berbagai disiplin ilmu, utamanya ilmu hadis.
Diantara beberapa ulama yang kemudian menjadi gurunya ialah:
a.
Al-Qa’nabi
di Mekah
b.
Sulaiman
bin Harb di Mekah
c.
Muslim
bin Ibrahim di Basrah
d.
Abdullah
bin Raja’ di Basrah
e.
Abu
al-Walid ath-Thayalasi di basrah
f.
Musa
bin Ismail di Basrah
g.
Al-Hasan
bin al-Rabi’ al-Burahani di kufah
h.
Ahmad
bin Yunus al- Yarbu’I di kufah
i.
Abu
Taubah al-Rabi bin Nafi’ di halb
j.
Abu
Ja’far al-Nafili di Harran
k.
Ahmad
bin Abi syu’aib di Harran
l.
Hîwah bin Syuraih di Harran
m.
Yazîd
bin Abdu Rabah di Himsha
n.
Shafwân
bin Shâlih di Himsha
o.
Hisyâm
bin Âmir di Damaskus
p.
Ahmad
bin Hanbâl di Baghdad
q.
,
Qutaibah bin Sa’îd di Balkh,
r.
Ahmad
bin Shalîh dari Mesir, dan lain sebagainya.
3.
Murid-murid
beliau
Beliau
memiliki murid yang banyak dari setiap penjuru, namun saya hanya menyebutkan
murid-muridnya yang meriwayatkan sunan darinya, yaitu:
a. Abu ath-Thayyib Ahmad bin Ibrahîm al-Asynânî al-Baghdâdî
b. Abu Amru Ahmad bin Ali bin Hasan al-Bashrî
c. Abu Sa'id ibnu al-A'râbî
d. Ali bin al-Hasan bin al-'Abd al-Anshârî
e. Abu Ali Muhammad bin Ahmad al-Lu'luî
f. Muhammad bin Bakr bin Dâsah at-Tamâr
g. Abu Usamah Muhammad bin Abdul Malik ar-Ruwâts
4.
Kitab-kitab
karangan beliau
Dalam perjalanan panjang yang
dilalui oleh Abu dawud, beliau telah mengasilkan beberapa kitab yang sangat
bermanfaat bagi manusia secara umum, terutama kitab Sunan yang terkenal
itu. Namun selain al-Sunan Abu Dawud tercatat juga menghasilkan
beberapa karya, yakni:
a. Ibtidâul Wahyi
b. Akhbârul Khawâriz
c. 'Alâmun Nubuwwah
d. Kitab Tafarrud
e. ad-Du'â
f. az-Zuhd
g. Kitâb Sunan
h. Kitâb Fadhâil Anshâr
i.
al-Qadru
j.
al-Marâsil
k. al-Masâil
l.
Musnad Mâlik
m. Nasîkh wal Mansûkh Qur'an
C. Metodologi Penulisan Kitab Sunan Abu Daud
Dalam
penulisan kitab Sunan, beliau tidak sekedar mengeluarkan hadis-hadis shahih
saja, namun hadis shahih, hasan lidzatihi dan hasan lighairihi dan hadis-hadis
yang disepakati ulama untuk tidak meninggalkannya. Apabila terdapat kelemahan
dalam hadis-hadis tersebut beliau pasti menjelaskannya dan mewaspadainya.
Sedangkan apa yang tidak beliau komentari maka hadis itu adalah shalih. Hadis-hadis
tersebut disusun sesuai dengan bab fikih yang mencakup seluruh permasalahan dan
hukum-hukum baik akidah, ibadah, muamalah, nikah, jihad, dan juga tentang
akhlak dan sulukiyah.
Nama
As-Sunnan merupakan pemberian langsung
Imam Abu Dawud yang ditulis dalam empat jilid, Pada mulanya Abu Daud
mengumpulkan sebanyak 500.000 hadits namun setelah diproses selama 35 tahun dan
terakhir dimintakan uji mutu riwayat hadisnya kepada Imam Ahmad bin
Hanbal selaku guru beliau, maka hanya tersisa
4.800 hadis. Koleksi as-Sunan tersusun dalam beberapa
kitab, terbagi menjadi 35 paragraf dan dikelompokkan kedalam 1871 sub judul
(sub bab).
Koleksi
sunnah dalam as-Sunan terbatas pada riwayat bermateri kandungan hukum
(ahkamuddin) saja. Untuk peminat hadis bermuatan al-fadha’il, suhud,
al-raqa’iq, kisah-kisah dan al-adab telah beliau sediakan dalam bentuk koleksi
lain tersebar pada 18 titel kitab beliau. Bagi setiap sub bab lazim tertera sebanyak
dua unit hadis.
Koleksi hadis yang dihasilkan oleh Imam Abu Dawud memuat
banyak riwayat yang sulit dijumpai pada kitab kolektor yang lain, hal itu
menurut penilaian al-Hafidz Ibnu Kasir merupakan kelebihan tersendiri dari
Sunan Abu Dawud, namun pada segi lain Imam Abu Dawud amat sederhana dalam
menangani sektor sanad. Adalah reputasi tersendiri bila Sunan Abu Dawud
berhasil mengantisipasi riwayat mauquf, bahkan cukup mantap dalam menolak
kehadiran informasi yang bertaraf asar (asar shahabi atau tabi’in).
Sekalipun
besar kepercayaan umat Islam kepada kitab Sunan Abu Dawud, namun al-Hafidz Ibnu
al-Jauziy menuduh sedikitnya ada sembilan hadis koleksi Abu Dawud sebagai
maudhu’ (palsu). Reaksi ulama terhadap tuduhan/saksi maudhu’ kepada Sunan Abu
Dawud (sekalipun hanya untuk kesembilan unit hadis) terpulang dari kecerobohan
Ibnul-Jauziy sebagai kritikus yang amat gegabah dan tergesa-gesa mengambil
keputusan. Jalaluddin As-Sayuthi tegas-tegas menolak tuduhan Ibnul Jauziy
itu. Belajar dari pengalaman ulama hadis masa lalu seyogyanya bila hendak
memanfaatkan hadis (riwayat) eks koleksi Imam Abu Dawud supaya diadakan
pengkajian lebih cermat guna menentukan klasifikasi mutu shahih, hasan atau dha’if,
demi memelihara kesucian ajaran Islam melalui seleksi sumber referensinya.
Beberapa ulama mensyarah dan meneliti Sunan Abu Dawud ini, diantaranya :
- Ma’alimus Sunan yang ditulis oleh Imam Abu Sulaiman Ahmad bin Ibrahim al-Busti al-Khaththabi (w. 388) yang merupakan syarah sederhana dengan mengupas masalah bahasa, penelitian terhadap riwayat, istinbath hukum dan pembahasan adab.
- Aunul Ma’bud ’ala Sunan Abi Dawud yang ditulis oleh Imam Syamsul Haq Muhammad Asyraf bin Ali Haidar ash-Shiddiqi al-Azhim Abadi as-Salafi (ulama abad ke-14) dalam 4 jilid besar.
- al-Manhalu Adzbu al-Maurid yang ditulis oleh Syaikh Mahmud bin Khaththab as-Subki (w. 1352). Beliau juga meneliti dan memilah serta menjelaskan derajat hadits-hadist yang shahih, hasan maupun dhaif.
- al-Mujtaba Tahdzib Sunan Abi Dawud oleh al-Imam al-Hafizh Abdul Azhim al-Mundziri (w. 656) yang meringkas, menyusun kembali dan menyebutkan perawi-peraei lain yang juga meriwayatkan hadits di dalam Sunan Abu Dawud, serta beliau menunjukkan beberapa hadits dhaif di dalamnya.
- Ta’liq al-Mujtaba oleh Syaikhul Islam kedua, Imam Ibnul Qayyim (w. 751) yang memberikan Komentar tentang kelemahan hadits yang dijelaskan oleh al-Mundziri, menegaskan keshahihah hadits yang belum dishahihkan serta membahas matan yang musykil.
BAB
III
PENUTUP
Berdasarkan
uraian makalah kami diatas, maka kami dapat memetik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Kitab hadits
sunan ialah kitab yang disusun berdasarkan bab-bab fikhi dan hanya memuat
hadits marfu’ tidak mengandung hadits mauquf dan maqtu karna keduanya bukan
merupakn hadits melainkan hanya sunnah.
2. Nama lengkap Abu Daud ialah Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’as bin
Ishak bin Basyir bin Shihab bin Amar bin Amron al-Azdi as-Sijistani dilahirkan
pada tahun 202 H/ 817 M di Sijistan dan wafat pada tahun 275 H/ 889 M di
Basrah. Beliu belajar hadits dari para ulama yang ditemuinya di Hijaz, Syam,
Mesir, Irak, Jazirah, Sagar, Khurasan dan negeri lainnya.
3. Abu Daud dalam menulis kitabnya tidak hanya memasukkan
hadits-hadits shahih akan tetapi hadits hasan dan dhaif juga beliau masukkan
dengan menjelaskan kualitas hadits-hadits tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abu Dawud, His Letters To Meccans,ed. M.
Sabbagh, 1395
Dr. Idris, M.Ag, Studi Hadits, Jakarta,
Kencana Perenada Media Grup, 2010
Hasbi Ash Shiddiqy, Sejarah dan Pengantar
Ilmu Hadits, Jakarta: Bulan Bintang, 1953
Dzulmani,
Mengenal Kitab-kitab Hadith, Yogyakarta, Insan Madani, 2008
Dr. Ahmad Umar Hasyim, Manhaj al-Imam Abu Dawud al-Sijistani, Majalah Rabithah al-Alami al-Islami, Mekkah, tahun XIX, Nopember 1980, hal. 53-56.
Dr. Ahmad Umar Hasyim, Manhaj al-Imam Abu Dawud al-Sijistani, Majalah Rabithah al-Alami al-Islami, Mekkah, tahun XIX, Nopember 1980, hal. 53-56.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar