BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Quran merupakan satu mukjizat
yang sesuai untuk semua zaman, keadaan,dan juga tempat. Oleh karena itu, ia
memerlukan satu penafsiran yang kukuh untuk memudahkan orang awam memahami
kandungan al-Quran dan seterusnya dapat menghayati segala isi kandungannya.
Penafsiran yang dilakukan tidak berhati-hati akan memudahkan unsur-unsur
Israiliyyat dan khurafat memasuki ke dalam kitab-kitab tafsir. Unsur-unsur
Israiliyyat ini menyerap masuk ke dalam kitab tafsir kerana sikap ambil mudah
pentafsir.Mereka terus menukilkan tafsir tanpa mengira kesahihan cerita
tersebut.
Islam adalah agama yang
syumul.Segala pengajaran, arahan dan larangannya adalah merangkumi seluruh
aspek kehidupan manusia. Sejajar dengan itu, al-Quran diturunkan sebagai kitabullah
yang mempunyai panduan dan hidayah kepada seluruh umat manusia, lengkap
dengan segala isi kandungannya samaada dari segi aqidah, ibadah, perundangan,
akhlak, sejarah dan sebagainya. Al-Quran dinukilkan secara mutawatir dan
merupakan kitab yang sentiasa dipelihara isi kandungannya oleh Allah daripada
diseleweng oleh musuh-musuh-Nya.Namun begitu, terdapat sesetengah para pentafsir
dahulu atau masa kini yang memasukkan unsur-unsur Israiliyyat dalam pentafsiran
mereka.Unsur-unsur ini banyak dikesan terutamanya dalam menggambarkan perihal
cerita-cerita para nabi dan rasul.Faktor ini adalah antara penyebab berlakunya
kelemahan dalam tafsir ma’thur.
Makalah ini bertujuan untuk
menganalisa kitab tafsir al-Khazin karangan Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Ibrahim Asy-Syihi Al-Baghdadidan kitab tafsir al-Alusikarangan Abu Sana’ Syihab al-Din
al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusiyang ditafsirkan secara lengkap tiga puluh juz.
Kitab ini wajar diberi perhatian secara mendalamapakah ke dua kitab tafsir ini juga
dipengaruhi oleh kisah-kisah Israiliyyat atautidak.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah
yang menjadi acuan pembahasan dalam makalah ini , yaitu:
1.
Jelaskan
sekilas tentang kitab tafsir al-Khazin?
2.
Jelasakan
kisah-kisah israiliyat dalam tafsir al-Khazin?
3.
Jelaskan
sekilas tentang kitab tafsir al-Alusi?
4.
Jelasakan
kisah-kisah israiliyat dalam tafsir al-Alusi?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Sekilas Tentang Kitab Tafsir Al-Khazin
Tafsir ini bernama “Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil”(pilihan penakwilan tentang makna-makna al-Qur`an). Pengarangnya
adalah ‘Alauddin, Abul Hasan, Ali bin Muhammad bin Ibrahim Asy-Syihi
Al-Baghdadi. Dikenal dengan nama “Al-Khazin”.Beliau lahir di Baghdad pada tahun 678 H/1279 M dan wafat
tahun 741 H/1341
M di kota Halb (Aleppo).[1]
Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil ini selesai disusun oleh al-Khazin pada hari Rabu, tanggal 10
Ramdhan tahun 725 H. Karya ini didedikasikan untuk menjadi sebuah ringkasan
dari kitab tafsir Ma’alim al-Tanzil Karya al-Baghawi. Hal ini diketahui dari
ungkapan al-Khazin sendiri dalam muqaddimah kitab tafsirnya, “Tatkala saya
mencermati kitab Ma’alim al-Tanzil karya al-Baghawi …. Kuatlah keinginan dalam
hati saya untuk memilah-milah faidah yang cemerlang dari yang menipu.., ke
dalam sebuah “muhtasar’ yang menghimpun makna tafsir dan esensi (lubab) ta’wil
dan ta’bir”.[2]
Sebagai suatu ikhtisar, tentu di dalamnya
banyak berisi nukilan. Bahkan al-Khazin sendiri secara terbuka dalam muqaddimah
tafsirnya menyatakan apa yang ia lakukan bukanlah merefleksikan segenap
pemikirannya sendiri dalam penafsiran, tetapi sekadar menukil dan menyeleksi
dari kitab induknya, Ma’alim al-Tanzil. Hal ini semakin memberikan
kejelasan akan posisinya sebagai mukhtasir (orang yang membuat ringkasan).
Al-Khazin dalam
tafsirannya menempuh sistematika tartib
mushafi(urutan ayat dan surat), yakni
menafsirkan al-Qur’an menurut susunan urutannya dalam mushaf. Dalam kaitannya
ini al-Khazin telah merampungkan penafsiran seluruh ayat al-Qur’an, dimulai
dengan surat al-Fatihah dan diakhiri surat al-Nas.
Metode yang dipakai oleh al-Khazin dalam
tafsirnya yaitu
metode tahlili, dalam hal ini,
al-Khazin yang mengikatkan diri pada sistematika tartib mushafi dalam
menjelaskan al-Qur’an ayat demi ayat dan surat demi surat, menyingkap segi
pertautan (munasabah) dan memanfaatkan bantuan asbab al-nuzul,
hadits-hadits nabi dan riwayat-riwayat para sahabat dan tabi’in dalam
mengungkapkan petunjuk ayat. Kadangkala
semua ini dipadukan pula dengan hasil pemikiran dan keahliannya dan kadang pula
diikuti dengan kupasan bahasa.
B. Israiliyat
Dalam Tafsir Al-Khazin
Adapun mengenai riwayat Israiliyyah, Al-Khazin menyediakan banyak
tempat untuk riwayat-riwayat yang tidak dijelaskan benar dan dustanya.Terkadang
memang diberikan penilaian terhadap riwayat israiliyyah yang dinukil, tapi
jarang.
Misalnya dalam menafsirkan ayat 21-24 Surat Sad, وهل اتاك نباً الخصم ... hingga kalimat وخرّ راكعا وأناب , Al-Khazin menceritakan cerita-cerita yang tidak beda dengan dongeng, dimana setan datang kepada Nabi Daud as. secara tiba-tiba dengan bentuk burung merpati emas yang sangat cantik dan indah. Begitu juga dengan kisah perempuan cantik yang membuat Nabi Daud jatuh hati dan berusaha memisahkan dengan -hingga membunuh- suaminya.Dalam menceritakan kisah ini Al-Khazin bahkan tidak menyebutkan kata قيل.
Misalnya dalam menafsirkan ayat 21-24 Surat Sad, وهل اتاك نباً الخصم ... hingga kalimat وخرّ راكعا وأناب , Al-Khazin menceritakan cerita-cerita yang tidak beda dengan dongeng, dimana setan datang kepada Nabi Daud as. secara tiba-tiba dengan bentuk burung merpati emas yang sangat cantik dan indah. Begitu juga dengan kisah perempuan cantik yang membuat Nabi Daud jatuh hati dan berusaha memisahkan dengan -hingga membunuh- suaminya.Dalam menceritakan kisah ini Al-Khazin bahkan tidak menyebutkan kata قيل.
Di banyak tempat dalam tafsirnya, Al-Khazin menukil riwayat
israiliyyah yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari kitab Al-Baghawi dan
Al-Tha’labi yang menurut pengakuan Al-Khazin adalah merupakan ringkasan dari
tafsir Al-Baghawi (dan tafsir Al-Baghawi merupakan ringkasan dari tafsir
Al-Tha’labi).
Al-Zahabi mengakhiri pembahasan tentang Al-Khazin dan kitab tafsirnya berdo’a semoga yang tidak layak dalam tafsir ini tertutupi dengan banyaknya manfaat yang disumbangkan untuk ilmu dan agama. Demikian pula Jam’ah Ali Abd Al-Qadir, seraya berharap ada orang yang bertindak memisahkan dalam tafsir ini antara yang berlebihan dan yang pas, dan antara yang benar dan yang salah.
Al-Zahabi mengakhiri pembahasan tentang Al-Khazin dan kitab tafsirnya berdo’a semoga yang tidak layak dalam tafsir ini tertutupi dengan banyaknya manfaat yang disumbangkan untuk ilmu dan agama. Demikian pula Jam’ah Ali Abd Al-Qadir, seraya berharap ada orang yang bertindak memisahkan dalam tafsir ini antara yang berlebihan dan yang pas, dan antara yang benar dan yang salah.
Dimensi yang telah
mengandung kritik tajam atas Tafsir Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil
adalah dalam masalah cerita Israiliyyat. Kelemahan yang banyak disoroti yang
terdapat dalam tafsir ini adalah kurang kritisnya al-Khazin dalam menukil
cerita Israiliyyat. Ketika menukil cerita-cerita Israiliyyat dalam melengkapi
penafsirannya terhadap ayat-ayat al-Qur’an, al-Khazin sering kali tidak
menyebutkan dari mana sumbernya atau silsilah penyampai riwayat tersebut. Ia
sering kali pula tidak mengemukakan komentar ataupun ulasan terhadap informasi
cerita-cerita Israiliyyat yang jelas-jelas bertentangan dengan rasio. Misalnya
penafsiran terhadap QS. al-Baqarah (2): 102 tentang Harut Marut, Qs. al-Anbiya’ (21): 83-84 tentang kisah Nabi Ayyub; Qs. Al-Kahfi (18): 10
tentang Kisah Ashab al-Kahfi; Qs. Sad (38): 21-24 tentang Nabi Dawud dan
lain-lainnya.[3]
Dari beberapa ayat yang ditafsirkan dengan
penafsiran Israiliyat, secara mayoritas beliau mengambil periwayatan dari Ibnu
Abbas. Ada dua orang yang sering dijadikan sumber oleh Ibnu Abbas dalam
periwayatan Israiliyatnya, dua orang Yahudi yang telah memeluk Islam yakni
Ka’ab al-Ahbar (Akhu al-Ahbar) dan Abdullah bin Salam.[4]
Namun sebagaimana dalam penjelasan di atas bahwa dalam proses ikhtishar yang
dilakukan al-Khazin dari kitab milik al-Baghawi, beliau telah menghilangkan
beberapa sanad hadis dan hanya menulis rawi al-a’la-nya saja. Sehingga
dalam tafsir isroiliyatnyapun, penulis juga tidak menemukan secara detail
periwayatan yang dilakukan Ibnu Abbas itu, apakah benar-benar didapat dari
Ka’ab al-Ahbar (Akhu al-Ahbar) dan Abdullah bin Salam.
Imam al-Khazin dalam kitabnya mengangkat kish-kisah yang
aneh dari israiliyyat yang diriwayatkan dari Ibnu umar, Ali bin abi thalib, Ibnu
Abbas, Ibnu jarir, Ibnu manzur, hakim, Mujahid, dan Ibnu abi dunia, salah satu dari riwayat tersebut adalah yang
diriwayatkan oleh Ibnu manzur, dan Ibnu hatim, yang di tashih oleh
Hakim dan Baehaqi dalam sya'bul iman yang diriwayatkan dari Ibnu abbas
dia berkata bahwa Allah menurunkan malaikat Harut-Marut kemuka bumi sebagai
khalifah bagi manusia setelah para malaikat mengadukan manusia yang selalu
melakukan maksiat dan kerusakan dimuka bumi, tapi akhirnya kedua malaikat
tersebut tergoda oleh kecantikan seorang wanita dan melakukan maksiat dengannya
yang kemudian diberikan azab dunia.
Tafsir
yang shahih tentang ayat ini adalah:
Ayat
QS.Al baqarah: 102 yang berbunyi:
" واتبعوا ما تتلوا الشياطين على ملك سليمان وما كفر سليمان و
لكن الشياطين كفروا ....الخ "
Dilihat
dari sisi manapun ayat ini sama sekali tidak menunjukkan kisah israiliyyat
seperti yang diatas, tapi ayat ini sebagai bantahan atas tuduhan bani israil
yang mengatakan bahwa nabi Sulaiman as mempunyai ilmu sihir yang digunakan
untuk menguasai makhluq, padahal sihir itu bersal dari mereka sendiri yang
digunakan untuk memisahkan suami istri. Maka Allah membantah kebohongan mereka
itu dengan firmannya yang berbunyi:
Kemudian
dilanjutkan dengan ayat selanjutnya yang berbunyi:
" وما أنزل على المكين " , yang dimaksud
dengan "وما
أنزل" adalah ilmu sihir yang diturunkan kepada kedua malaikat
Harut-Marut untuk di ajarkan kepada manusia, sehingga mereka bisa menghindarkan
diri dari sihir. Jadi, sebab diturunkannya kedua malaikat itu adalah untuk
mengajarkan sihir kepada manusia, sehingga mereka bisa membedakan antara sihir
dan mu’jizat para nabi. Dalam tafsir ruhul ma'ani Syihabul Iraqi
mengatakan " barang siapa yang berkeyakinan bahwa Harut-Marut adalah
malaikat yang di azab karena melakukan kemaksiatan maka ia telah meningkari
Allah swt ".
Menurut al-Khazin seluruh ulama sepakat bahwa
malaikat itu maksum (terpelihara dari dosa) dari segi keutamaannya. Dan para
Imam mazhab juga sepakat bahwa para utusan malaikat sama dengan para Nabi.
Tetapi para ulama berbeda pendapat mengenai malaikat yang bukan
utusan.Muhaqqiqin dan Mu`tazilah berpendapat bahwa seluruh malaikat itu
terpelihara dari maksiat dan dosa. Sementara pendapat lain menyebutkan bahwa
malaikat yang bukan utusan itu tidak terpelihara dari dosa, seperti misalnya
kisah malaikat Harut dan Marut. Menurut al-Kahzin pendapat yang kuat dalam hal
ini adalah bahwa malaikat itu tidak berbuat dosa sebagaimana di ambil dari
pendapat Ali bin Thalib, Ibnu Mas`ud, Ka`ab dan dinukilkan dari para ahli
sejarah.Ucapan Harut dan Marut melakukan dosa adalah besumber dari orang-orang
Yahudi dan Nasrani.
C.
Sekilas Tentang Kitab Tafsir Al-Alusi
Tafsir Ruhul Ma’ani di tulis oleh Abu Sana’ Syihab al-Din
al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusi al-Bagdadi.Beliau dilahirkan pada hari Jumat
tanggal 14 Sya’ban tahun 1217 H/1802 M, di dekat daerah Kurkh, Baghdad, Irak.[5]Beliau
seorang ulama Irak yang pernah menjabat mufti Baghdad, maha guru, pemikir, ahli
ilmu agama dan ahli berpolemik.
Sebagai mufassir, ia juga menaruh perhatian kepada beberapa ilmu,
seperti ilmu Qiraah, ilmu Munasabah, dan ilmu Asbabun Nuzul. Ia banyak melihat
syair-syair Arab yang mengungkapkan suatu kata, dalam menentukan Asbabun
Nuzulnya. [6]Sekitar
tahun 1248 H, al-Allusi mengikuti fatwa-fatwa para kalangan Hanafiyah.Ia sudah
mendalami dalam perbedaan madzhab-madzhab serta berbagai corak pemikiran dan
aliran akidah. Ia beraliran salaf dan bermadzhab Syafii, meskipun ia banyak
mengikuti Imam Hanafi dalam banyak hal, namun, ia banyak menggunakan ijtihad.[7]
Latar belakang penyusunan kitab Ruhul Ma’ani ini berasal
dari mimpi al-Alusi pada suatu malam, yaitu pada malam jum’at di bulan rajab
tahun 1252 H. Di dalam mimpi tersebut ia perintahkanoleh Allah SWT untuk
melipat langit dan bumi lalu disuruh untuk memperbaiki bekas-bekas dari
kerusakan yang ada padanya,kemudian ia mengangkat salah satu tangannya ke
langit dan meletakkan tangan yang satunya lagi ke tempat air, lalu ia terbangun
dari tidurnya. Kemudian ia menemukan ta’wil dari mimpinya tersebut pada beberapa
kitab bahwa hal tersebut adalah suatu isyarat yang menyuruh ia untuk menyusun
kitab tafsir.[8]
Adapun yang memberikan nama kitab tafsir ini adalah perdana
menteri saat itu (wazirul wuzaroi) yang bernama Ridho pasya (basya) setelah
lama al-Alusi mempertimbangkan judulnya, dan ketika Ridho Pasya memberi nama
tersebut, al-Alusi pun setuju, yakni dengan nama Ruhul Ma’ani fi Tafsiril
Qur’anil Adzim was Sab’il Matsani (semangat makna dalam tafsir al-Qur’an yang
agung dan sab’ul matsani/ al-Fatihah).[9]
Metode
yang dipakai oleh al-Alusi dalam menafsirkan al-Qur’an adalah metode tahlili.[10]Adapun sumber penafsiran yang
dipakai yaitu berusaha memadukan sumber al-ma’tsur (riwayat) dan alra’yi
(ijtihad).Artinya bahwa riwayat dari Nabi atau sahabat atau bahkan tabi’in tentang
penafsiran al-Qur’an dan ijtihad dirinya dapat digunakan secara bersama-sama,
sepanjang hal itu dapat dipertanggungjawabkan akurasinya.Berdasarkan hal inilah
tafsir al-Alusi digolongkankan kepada tafsir bil-Ro’yi, karena dalam tafsirnya
lebih mendominasi ijtihadnya atau ro’yinya.Hal ini juga bisa dilihat pada isi
muqoddimah kitabnya.[11]
Pendekatan yang dipakai dalam menafsirkan salah satunya
adalah pendekatan sufistik (Isyary), meskipun ia juga tidak mengesampingkan
pendekatan bahasa, seperti nahwu-.saraf balagah, pendekatan makna dhohir dan
batin ayat, dan sebagainya. Bahkan sebagaimana penilaian al-Zahabi, porsi
sufistiknya relatif lebih sedikit.
D. Israiliyat
Dalam Tafsir Al-Alusi
Terhadap riwayat-riwayat isra’iliyat yang sering disusupkan dalam beberapa
literatur hadis dan tafsir, al-Alusi dinilai sangat selektif dan kritis dalam
mengambil riwayat-riwayat isra’iliyat.Hal itu disebabkan karena beliau banyak
menekuni disiplin ilmu hadis dan banyak bergaul dengan para ulama ahli hadis
muta’akhirin.Kalaupun al-Alusi menyebutkan riwayat-riwayat isra’iliyat atau
hadis maudu’ hal itu bukan dimaksudkan sebagai dasar penafsiran, melainkan
untuk menunjukkan kebatilan riwayat tersebut dan memberikan tahzir (peringatan)
kepada kaum muslimin, terutama para peneliti dan mahasiswa. Hal ini bisa
dilihat ketika ia menafsirkan QS Hud ayat38, ia menyebutkan beberapa cerita
isroiliyyat tentang kayu-kayuan yang djadikan bahan dasar perahu, ukurannya
panjangnya,lebarnya, tingginya dan tempat membuat kapal. Kemudian ia mencantumkan
pernyataannya bahwa “ cerita tersebut tidak benar dan kapal itu tidak layak
dipakai untuk berlayar, dan penjelasan yang aman dalam cerita ini dan tidak
berlebih-lebihan adalah bahwa kita meyakini nabi Nuh AS membuat kapal sesuai
dengan yang diceritakan Allah SWT dalam kitabnya dan tidak usahlah kita terlalu
detail mengatakan tentang panjangnya, lebarnya, tingginya dan dari kayu apa
dibuat atau berapa lama diselesaikan perakitannya karena hal ini tidak
dijelaskan dalam kitabdan tidak dijelaskan oleh sunnah yang shoheh”[12]
Salah
E. فَوَجَدَا
عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آَتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ
مِنْ لَدُنَّا عِلْم]
F. { فَوَجَدَا عَبْدًا مّنْ عِبَادِنَا }
الجمهور على أنه الخضر بفتخ الخاء وقد تكسر وكسر الضاد وقد تسكن ، وقيل اليسع ، وقيل
الياس ، وقيل ملك من الملائكة وهو قول غريب باطل كما في شرح مسلم ، والحق الذي
تشهد له الأخبار الصحيحة هو الأول ، والخضر لقبه ولقب به كما أخرج البخاري وغيره
عن رسول الله صلى الله عليه وسلم لأنه جلس على فروة بيضاء فإذا هي تهتز من خلفه
خضراء.
Dalam contoh tafsiran ayat ini, kita dapat mengetahui
bagainmana cara al-Alusi menafsirkan ayat-ayat Isroiliyat. Yaitu yang pertama
dengan mengatakan pendapat Jumhurul ulama’. Adapun maksud kata abdan
dalam ayat ini menurut Jumhurul Ulama’ adalah Khidir, dan juga ada yang
mengatakan Yusa’,Ilyas,dan juga ada yang mengatakan Abdan disini adalah
salah satu malaikat, namun pendapat ini dipandang gharib . Adapun pendapat yang
paling kuat adalah pendapat yang pertama yaitu “Khidir”.
Untuk memperkuat pendapatnya ini beliau (Al-alusi)
menggunakan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan lainnya yang
berbunyi, “ Sesungguhnya musa duduk diatas bebatuan yang putih maka tiba-tiba
ia bergetar dari belakangnya kehijau-hijauan”.
BAB III
PENUTUP
1. Tafsir “Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil” (pilihan penakwilan tentang makna-makna al-Qur`an). Pengarangnya
adalah ‘Alauddin, Abul Hasan, Ali bin Muhammad bin Ibrahim Asy-Syihi
Al-Baghdadi. Dikenal dengan nama “Al-Khazin”. Beliau lahir di Baghdad pada tahun 678 H/1279 M dan wafat
tahun 741 H/1341
M di kota Halb (Aleppo).
2.
Adapun
mengenai riwayat Israiliyyah, Al-Khazin menyediakan banyak tempat untuk
riwayat-riwayat yang tidak dijelaskan benar dan dustanya. Terkadang memang
diberikan penilaian terhadap riwayat israiliyyah yang dinukil, tapi jarang.
Misalnya dalam menafsirkan ayat 21-24 Surat Sad, وهل اتاك نباً الخصم ... hingga kalimat وخرّ راكعا وأناب , Al-Khazin menceritakan cerita-cerita yang tidak beda dengan dongeng, dimana setan datang kepada Nabi Daud as. secara tiba-tiba dengan bentuk burung merpati emas yang sangat cantik dan indah. Begitu juga dengan kisah perempuan cantik yang membuat Nabi Daud jatuh hati dan berusaha memisahkan dengan -hingga membunuh- suaminya. Dalam menceritakan kisah ini Al-Khazin bahkan tidak menyebutkan kata قيل.
Misalnya dalam menafsirkan ayat 21-24 Surat Sad, وهل اتاك نباً الخصم ... hingga kalimat وخرّ راكعا وأناب , Al-Khazin menceritakan cerita-cerita yang tidak beda dengan dongeng, dimana setan datang kepada Nabi Daud as. secara tiba-tiba dengan bentuk burung merpati emas yang sangat cantik dan indah. Begitu juga dengan kisah perempuan cantik yang membuat Nabi Daud jatuh hati dan berusaha memisahkan dengan -hingga membunuh- suaminya. Dalam menceritakan kisah ini Al-Khazin bahkan tidak menyebutkan kata قيل.
3.
Tafsir
Ruhul Ma’ani di tulis oleh Abu Sana’ Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud
Afandi al-Alusi al-Bagdadi. Beliau dilahirkan pada hari Jumat tanggal 14
Sya’ban tahun 1217 H/1802 M, di dekat daerah Kurkh, Baghdad, Irak. Beliau
seorang ulama Irak yang pernah menjabat mufti Baghdad, maha guru, pemikir, ahli
ilmu agama dan ahli berpolemik.
4. Al-Alusi dinilai sangat selektif dan kritis dalam mengambil
riwayat-riwayat isra’iliyat. Hal itu disebabkan karena beliau banyak menekuni
disiplin ilmu hadis dan banyak bergaul dengan para ulama ahli hadis
muta’akhirin. Kalaupun al-Alusi menyebutkan riwayat-riwayat isra’iliyat atau
hadis maudu’ hal itu bukan dimaksudkan sebagai dasar penafsiran, melainkan
untuk menunjukkan kebatilan riwayat tersebut dan memberikan tahzir (peringatan)
kepada kaum muslimin, terutama para peneliti dan mahasiswa.
[1] Dosen Tafsir
Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab
Tafsir, Teras, Yogyakarta, 2004, hlm. 102.
[3] Ibid,.Dosen
Tafsir Hadits…, hlm. 112.
[4] Ignaz
Goldziher, Madzhab al-Tafsir al-Islami (Terjemah), eLSAQ
[5] Tafsir
(Jogjakarta Hamim Ilyas, Studi Kitab: Teras, 2004), hlm. 153.
[6] Hafiz Basuki,
Ensiklopedi Islam jilid V(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hove, 1993), hlm. 131.
[7]Ibid, hlm. 130
[8] Adz-Dzahabi ,
at-Tafsir wa al-Mufassirun (Kairo: Darul Hadis, 2005), hlm 303.
[9] Al-Alusi, Ruhul
Ma’ani (Beirut-Libanon: Idarah Tiba’ah Munirah, 1971), hlm 4.
[10] Hamim Ilyas,
Studi Kitab Tafsir (Jogjakarta: Teras, 2004), hlm 156
[12] Adz-Dzahabi ,
at-Tafsir wa al-Mufassirun (Kairo: Darul Hadis, 2005), hlm 307.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar