Kamis, 08 Desember 2016

ISRAILIYAT DALAM KITAB TAFSIR AL-KHAZIN DAN AL-ALUSI



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Al-Quran merupakan satu mukjizat yang sesuai untuk semua zaman, keadaan,dan juga tempat. Oleh karena itu, ia memerlukan satu penafsiran yang kukuh untuk memudahkan orang awam memahami kandungan al-Quran dan seterusnya dapat menghayati segala isi kandungannya. Penafsiran yang dilakukan tidak berhati-hati akan memudahkan unsur-unsur Israiliyyat dan khurafat memasuki ke dalam kitab-kitab tafsir. Unsur-unsur Israiliyyat ini menyerap masuk ke dalam kitab tafsir kerana sikap ambil mudah pentafsir.Mereka terus menukilkan tafsir tanpa mengira kesahihan cerita tersebut.
Islam adalah agama yang syumul.Segala pengajaran, arahan dan larangannya adalah merangkumi seluruh aspek kehidupan manusia. Sejajar dengan itu, al-Quran diturunkan sebagai kitabullah yang mempunyai panduan dan hidayah kepada seluruh umat manusia, lengkap dengan segala isi kandungannya samaada dari segi aqidah, ibadah, perundangan, akhlak, sejarah dan sebagainya. Al-Quran dinukilkan secara mutawatir dan merupakan kitab yang sentiasa dipelihara isi kandungannya oleh Allah daripada diseleweng oleh musuh-musuh-Nya.Namun begitu, terdapat sesetengah para pentafsir dahulu atau masa kini yang memasukkan unsur-unsur Israiliyyat dalam pentafsiran mereka.Unsur-unsur ini banyak dikesan terutamanya dalam menggambarkan perihal cerita-cerita para nabi dan rasul.Faktor ini adalah antara penyebab berlakunya kelemahan dalam tafsir ma’thur.
Makalah ini bertujuan untuk menganalisa kitab tafsir al-Khazin karangan Abul Hasan Ali bin Muhammad bin Ibrahim Asy-Syihi Al-Baghdadidan kitab tafsir al-Alusikarangan Abu Sana’ Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusiyang ditafsirkan secara lengkap tiga puluh juz. Kitab ini wajar diberi perhatian secara mendalamapakah ke dua kitab tafsir ini juga dipengaruhi oleh kisah-kisah Israiliyyat atautidak.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang menjadi acuan pembahasan dalam makalah ini , yaitu:
1.      Jelaskan sekilas tentang kitab tafsir al-Khazin?
2.      Jelasakan kisah-kisah israiliyat dalam tafsir al-Khazin?
3.      Jelaskan sekilas tentang kitab tafsir al-Alusi?
4.      Jelasakan kisah-kisah israiliyat dalam tafsir al-Alusi?

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Sekilas Tentang Kitab Tafsir Al-Khazin
Tafsir ini bernama “Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil(pilihan penakwilan tentang makna-makna al-Qur`an). Pengarangnya adalah ‘Alauddin, Abul Hasan, Ali bin Muhammad bin Ibrahim Asy-Syihi Al-Baghdadi. Dikenal dengan nama “Al-Khazin”.Beliau lahir di Baghdad pada tahun 678 H/1279 M dan wafat tahun 741 H/1341 M di kota Halb (Aleppo).[1]
Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil ini selesai disusun oleh al-Khazin pada hari Rabu, tanggal 10 Ramdhan tahun 725 H. Karya ini didedikasikan untuk menjadi sebuah ringkasan dari kitab tafsir Ma’alim al-Tanzil Karya al-Baghawi. Hal ini diketahui dari ungkapan al-Khazin sendiri dalam muqaddimah kitab tafsirnya, “Tatkala saya mencermati kitab Ma’alim al-Tanzil karya al-Baghawi …. Kuatlah keinginan dalam hati saya untuk memilah-milah faidah yang cemerlang dari yang menipu.., ke dalam sebuah “muhtasar’ yang menghimpun makna tafsir dan esensi (lubab) ta’wil dan ta’bir”.[2]
Sebagai suatu ikhtisar, tentu di dalamnya banyak berisi nukilan. Bahkan al-Khazin sendiri secara terbuka dalam muqaddimah tafsirnya menyatakan apa yang ia lakukan bukanlah merefleksikan segenap pemikirannya sendiri dalam penafsiran, tetapi sekadar menukil dan menyeleksi dari kitab induknya, Ma’alim al-Tanzil. Hal ini semakin memberikan kejelasan akan posisinya sebagai mukhtasir (orang yang membuat ringkasan).
Al-Khazin dalam tafsirannya menempuh sistematika tartib mushafi(urutan ayat dan surat), yakni menafsirkan al-Qur’an menurut susunan urutannya dalam mushaf. Dalam kaitannya ini al-Khazin telah merampungkan penafsiran seluruh ayat al-Qur’an, dimulai dengan surat al-Fatihah dan diakhiri surat al-Nas.
Metode yang dipakai oleh al-Khazin dalam tafsirnya yaitu metode tahlili, dalam hal ini, al-Khazin yang mengikatkan diri pada sistematika tartib mushafi dalam menjelaskan al-Qur’an ayat demi ayat dan surat demi surat, menyingkap segi pertautan (munasabah) dan memanfaatkan bantuan asbab al-nuzul, hadits-hadits nabi dan riwayat-riwayat para sahabat dan tabi’in dalam mengungkapkan petunjuk ayat. Kadangkala semua ini dipadukan pula dengan hasil pemikiran dan keahliannya dan kadang pula diikuti dengan kupasan bahasa.

B.  Israiliyat Dalam Tafsir Al-Khazin
Adapun mengenai riwayat Israiliyyah, Al-Khazin menyediakan banyak tempat untuk riwayat-riwayat yang tidak dijelaskan benar dan dustanya.Terkadang memang diberikan penilaian terhadap riwayat israiliyyah yang dinukil, tapi jarang.
Misalnya dalam menafsirkan ayat 21-24 Surat Sad, وهل اتاك نباً الخصم ... hingga kalimat وخرّ راكعا وأناب , Al-Khazin menceritakan cerita-cerita yang tidak beda dengan dongeng, dimana setan datang kepada Nabi Daud as. secara tiba-tiba dengan bentuk burung merpati emas yang sangat cantik dan indah. Begitu juga dengan kisah perempuan cantik yang membuat Nabi Daud jatuh hati dan berusaha memisahkan dengan -hingga membunuh- suaminya.Dalam menceritakan kisah ini Al-Khazin bahkan tidak menyebutkan kata قيل.
Di banyak tempat dalam tafsirnya, Al-Khazin menukil riwayat israiliyyah yang jumlahnya bahkan lebih banyak dari kitab Al-Baghawi dan Al-Tha’labi yang menurut pengakuan Al-Khazin adalah merupakan ringkasan dari tafsir Al-Baghawi (dan tafsir Al-Baghawi merupakan ringkasan dari tafsir Al-Tha’labi).
Al-Zahabi mengakhiri pembahasan tentang Al-Khazin dan kitab tafsirnya berdo’a semoga yang tidak layak dalam tafsir ini tertutupi dengan banyaknya manfaat yang disumbangkan untuk ilmu dan agama. Demikian pula Jam’ah Ali Abd Al-Qadir, seraya berharap ada orang yang bertindak memisahkan dalam tafsir ini antara yang berlebihan dan yang pas, dan antara yang benar dan yang salah.
Dimensi yang telah mengandung kritik tajam atas Tafsir Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil adalah dalam masalah cerita Israiliyyat. Kelemahan yang banyak disoroti yang terdapat dalam tafsir ini adalah kurang kritisnya al-Khazin dalam menukil cerita Israiliyyat. Ketika menukil cerita-cerita Israiliyyat dalam melengkapi penafsirannya terhadap ayat-ayat al-Qur’an, al-Khazin sering kali tidak menyebutkan dari mana sumbernya atau silsilah penyampai riwayat tersebut. Ia sering kali pula tidak mengemukakan komentar ataupun ulasan terhadap informasi cerita-cerita Israiliyyat yang jelas-jelas bertentangan dengan rasio. Misalnya penafsiran terhadap QS. al-Baqarah (2): 102 tentang Harut Marut, Qs. al-Anbiya’ (21): 83-84 tentang kisah Nabi Ayyub; Qs. Al-Kahfi (18): 10 tentang Kisah Ashab al-Kahfi; Qs. Sad (38): 21-24 tentang Nabi Dawud dan lain-lainnya.[3]
Dari beberapa ayat yang ditafsirkan dengan penafsiran Israiliyat, secara mayoritas beliau mengambil periwayatan dari Ibnu Abbas. Ada dua orang yang sering dijadikan sumber oleh Ibnu Abbas dalam periwayatan Israiliyatnya, dua orang Yahudi yang telah memeluk Islam yakni Ka’ab al-Ahbar (Akhu al-Ahbar) dan Abdullah bin Salam.[4] Namun sebagaimana dalam penjelasan di atas bahwa dalam proses ikhtishar yang dilakukan al-Khazin dari kitab milik al-Baghawi, beliau telah menghilangkan beberapa sanad hadis dan hanya menulis rawi al-a’la-nya saja. Sehingga dalam tafsir isroiliyatnyapun, penulis juga tidak menemukan secara detail periwayatan yang dilakukan Ibnu Abbas itu, apakah benar-benar didapat dari Ka’ab al-Ahbar (Akhu al-Ahbar) dan Abdullah bin Salam.
Imam al-Khazin dalam kitabnya mengangkat kish-kisah yang aneh dari israiliyyat yang diriwayatkan dari Ibnu umar, Ali bin abi thalib, Ibnu Abbas, Ibnu jarir, Ibnu manzur, hakim, Mujahid, dan Ibnu abi dunia, salah satu dari riwayat tersebut adalah yang diriwayatkan oleh Ibnu manzur, dan  Ibnu  hatim, yang di tashih oleh Hakim dan Baehaqi dalam sya'bul iman yang diriwayatkan dari Ibnu abbas dia berkata bahwa Allah menurunkan malaikat Harut-Marut kemuka bumi sebagai khalifah bagi manusia setelah para malaikat mengadukan manusia yang selalu melakukan maksiat dan kerusakan dimuka bumi, tapi akhirnya kedua malaikat tersebut tergoda oleh kecantikan seorang wanita dan melakukan maksiat dengannya yang kemudian diberikan azab dunia.
Tafsir yang shahih tentang ayat ini adalah:
Ayat QS.Al baqarah: 102 yang berbunyi:
" واتبعوا ما تتلوا الشياطين على ملك سليمان وما كفر سليمان و لكن الشياطين كفروا ....الخ "
Dilihat dari sisi manapun ayat ini sama sekali tidak menunjukkan kisah israiliyyat seperti yang diatas, tapi ayat ini sebagai bantahan atas tuduhan bani israil yang mengatakan bahwa nabi Sulaiman as mempunyai ilmu sihir yang digunakan untuk menguasai makhluq, padahal sihir itu bersal dari mereka sendiri yang digunakan untuk memisahkan suami istri. Maka Allah membantah kebohongan mereka itu dengan firmannya yang berbunyi:
قالى تعالى " وما كفر سليمان ولكن لشياطين كفروا يعلموان الناس السحر"
Kemudian dilanjutkan dengan ayat selanjutnya yang berbunyi:
" وما أنزل على المكين " , yang dimaksud dengan "وما أنزل" adalah ilmu sihir yang diturunkan kepada kedua malaikat Harut-Marut untuk di ajarkan kepada manusia, sehingga mereka bisa menghindarkan diri dari sihir. Jadi, sebab diturunkannya kedua malaikat itu adalah untuk mengajarkan sihir kepada manusia, sehingga mereka bisa membedakan antara sihir dan mu’jizat para nabi. Dalam tafsir ruhul ma'ani Syihabul Iraqi mengatakan " barang siapa yang berkeyakinan bahwa Harut-Marut adalah malaikat yang di azab karena melakukan kemaksiatan maka ia telah meningkari Allah swt ".

Menurut al-Khazin seluruh ulama sepakat bahwa malaikat itu maksum (terpelihara dari dosa) dari segi keutamaannya. Dan para Imam mazhab juga sepakat bahwa para utusan malaikat sama dengan para Nabi. Tetapi para ulama berbeda pendapat mengenai malaikat yang bukan utusan.Muhaqqiqin dan Mu`tazilah berpendapat bahwa seluruh malaikat itu terpelihara dari maksiat dan dosa. Sementara pendapat lain menyebutkan bahwa malaikat yang bukan utusan itu tidak terpelihara dari dosa, seperti misalnya kisah malaikat Harut dan Marut. Menurut al-Kahzin pendapat yang kuat dalam hal ini adalah bahwa malaikat itu tidak berbuat dosa sebagaimana di ambil dari pendapat Ali bin Thalib, Ibnu Mas`ud, Ka`ab dan dinukilkan dari para ahli sejarah.Ucapan Harut dan Marut melakukan dosa adalah besumber dari orang-orang Yahudi dan Nasrani.
C.  Sekilas Tentang Kitab Tafsir Al-Alusi
Tafsir Ruhul Ma’ani di tulis oleh Abu Sana’ Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusi al-Bagdadi.Beliau dilahirkan pada hari Jumat tanggal 14 Sya’ban tahun 1217 H/1802 M, di dekat daerah Kurkh, Baghdad, Irak.[5]Beliau seorang ulama Irak yang pernah menjabat mufti Baghdad, maha guru, pemikir, ahli ilmu agama dan ahli berpolemik.
Sebagai mufassir, ia juga menaruh perhatian kepada beberapa ilmu, seperti ilmu Qiraah, ilmu Munasabah, dan ilmu Asbabun Nuzul. Ia banyak melihat syair-syair Arab yang mengungkapkan suatu kata, dalam menentukan Asbabun Nuzulnya. [6]Sekitar tahun 1248 H, al-Allusi mengikuti fatwa-fatwa para kalangan Hanafiyah.Ia sudah mendalami dalam perbedaan madzhab-madzhab serta berbagai corak pemikiran dan aliran akidah. Ia beraliran salaf dan bermadzhab Syafii, meskipun ia banyak mengikuti Imam Hanafi dalam banyak hal, namun, ia banyak menggunakan ijtihad.[7]
Latar belakang penyusunan kitab Ruhul Ma’ani ini berasal dari mimpi al-Alusi pada suatu malam, yaitu pada malam jum’at di bulan rajab tahun 1252 H. Di dalam mimpi tersebut ia perintahkanoleh Allah SWT untuk melipat langit dan bumi lalu disuruh untuk memperbaiki bekas-bekas dari kerusakan yang ada padanya,kemudian ia mengangkat salah satu tangannya ke langit dan meletakkan tangan yang satunya lagi ke tempat air, lalu ia terbangun dari tidurnya. Kemudian ia menemukan ta’wil dari mimpinya tersebut pada beberapa kitab bahwa hal tersebut adalah suatu isyarat yang menyuruh ia untuk menyusun kitab tafsir.[8]
Adapun yang memberikan nama kitab tafsir ini adalah perdana menteri saat itu (wazirul wuzaroi) yang bernama Ridho pasya (basya) setelah lama al-Alusi mempertimbangkan judulnya, dan ketika Ridho Pasya memberi nama tersebut, al-Alusi pun setuju, yakni dengan nama Ruhul Ma’ani fi Tafsiril Qur’anil Adzim was Sab’il Matsani (semangat makna dalam tafsir al-Qur’an yang agung dan sab’ul matsani/ al-Fatihah).[9]
Metode yang dipakai oleh al-Alusi dalam menafsirkan al-Qur’an adalah metode tahlili.[10]Adapun sumber penafsiran yang dipakai yaitu berusaha memadukan sumber al-ma’tsur (riwayat) dan alra’yi (ijtihad).Artinya bahwa riwayat dari Nabi atau sahabat atau bahkan tabi’in tentang penafsiran al-Qur’an dan ijtihad dirinya dapat digunakan secara bersama-sama, sepanjang hal itu dapat dipertanggungjawabkan akurasinya.Berdasarkan hal inilah tafsir al-Alusi digolongkankan kepada tafsir bil-Ro’yi, karena dalam tafsirnya lebih mendominasi ijtihadnya atau ro’yinya.Hal ini juga bisa dilihat pada isi muqoddimah kitabnya.[11]
Pendekatan yang dipakai dalam menafsirkan salah satunya adalah pendekatan sufistik (Isyary), meskipun ia juga tidak mengesampingkan pendekatan bahasa, seperti nahwu-.saraf balagah, pendekatan makna dhohir dan batin ayat, dan sebagainya. Bahkan sebagaimana penilaian al-Zahabi, porsi sufistiknya relatif lebih sedikit.
D.  Israiliyat Dalam Tafsir Al-Alusi
Terhadap riwayat-riwayat isra’iliyat yang sering disusupkan dalam beberapa literatur hadis dan tafsir, al-Alusi dinilai sangat selektif dan kritis dalam mengambil riwayat-riwayat isra’iliyat.Hal itu disebabkan karena beliau banyak menekuni disiplin ilmu hadis dan banyak bergaul dengan para ulama ahli hadis muta’akhirin.Kalaupun al-Alusi menyebutkan riwayat-riwayat isra’iliyat atau hadis maudu’ hal itu bukan dimaksudkan sebagai dasar penafsiran, melainkan untuk menunjukkan kebatilan riwayat tersebut dan memberikan tahzir (peringatan) kepada kaum muslimin, terutama para peneliti dan mahasiswa. Hal ini bisa dilihat ketika ia menafsirkan QS Hud ayat38, ia menyebutkan beberapa cerita isroiliyyat tentang kayu-kayuan yang djadikan bahan dasar perahu, ukurannya panjangnya,lebarnya, tingginya dan tempat membuat kapal. Kemudian ia mencantumkan pernyataannya bahwa “ cerita tersebut tidak benar dan kapal itu tidak layak dipakai untuk berlayar, dan penjelasan yang aman dalam cerita ini dan tidak berlebih-lebihan adalah bahwa kita meyakini nabi Nuh AS membuat kapal sesuai dengan yang diceritakan Allah SWT dalam kitabnya dan tidak usahlah kita terlalu detail mengatakan tentang panjangnya, lebarnya, tingginya dan dari kayu apa dibuat atau berapa lama diselesaikan perakitannya karena hal ini tidak dijelaskan dalam kitabdan tidak dijelaskan oleh sunnah yang shoheh”[12]
Salah
E.     فَوَجَدَا عَبْدًا مِنْ عِبَادِنَا آَتَيْنَاهُ رَحْمَةً مِنْ عِنْدِنَا وَعَلَّمْنَاهُ مِنْ لَدُنَّا عِلْم]
F.      { فَوَجَدَا عَبْدًا مّنْ عِبَادِنَا } الجمهور على أنه الخضر بفتخ الخاء وقد تكسر وكسر الضاد وقد تسكن ، وقيل اليسع ، وقيل الياس ، وقيل ملك من الملائكة وهو قول غريب باطل كما في شرح مسلم ، والحق الذي تشهد له الأخبار الصحيحة هو الأول ، والخضر لقبه ولقب به كما أخرج البخاري وغيره عن رسول الله صلى الله عليه وسلم لأنه جلس على فروة بيضاء فإذا هي تهتز من خلفه خضراء.
Dalam contoh tafsiran ayat ini, kita dapat mengetahui bagainmana cara al-Alusi menafsirkan ayat-ayat Isroiliyat. Yaitu yang pertama dengan mengatakan pendapat Jumhurul ulama’. Adapun maksud  kata  abdan dalam ayat ini menurut Jumhurul Ulama’ adalah Khidir, dan juga ada yang mengatakan Yusa’,Ilyas,dan juga ada yang mengatakan Abdan disini adalah salah satu malaikat, namun pendapat ini dipandang gharib . Adapun pendapat yang paling kuat adalah pendapat yang pertama yaitu “Khidir”.
Untuk memperkuat pendapatnya ini beliau (Al-alusi) menggunakan Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan lainnya yang berbunyi, “ Sesungguhnya musa duduk diatas bebatuan yang putih maka tiba-tiba ia bergetar dari belakangnya kehijau-hijauan”.


BAB III
PENUTUP
1.    Tafsir “Lubab al-Ta’wil fi Ma’ani al-Tanzil(pilihan penakwilan tentang makna-makna al-Qur`an). Pengarangnya adalah ‘Alauddin, Abul Hasan, Ali bin Muhammad bin Ibrahim Asy-Syihi Al-Baghdadi. Dikenal dengan nama “Al-Khazin”. Beliau lahir di Baghdad pada tahun 678 H/1279 M dan wafat tahun 741 H/1341 M di kota Halb (Aleppo).
2.    Adapun mengenai riwayat Israiliyyah, Al-Khazin menyediakan banyak tempat untuk riwayat-riwayat yang tidak dijelaskan benar dan dustanya. Terkadang memang diberikan penilaian terhadap riwayat israiliyyah yang dinukil, tapi jarang.
Misalnya dalam menafsirkan ayat 21-24 Surat Sad, وهل اتاك نباً الخصم ... hingga kalimat وخرّ راكعا وأناب , Al-Khazin menceritakan cerita-cerita yang tidak beda dengan dongeng, dimana setan datang kepada Nabi Daud as. secara tiba-tiba dengan bentuk burung merpati emas yang sangat cantik dan indah. Begitu juga dengan kisah perempuan cantik yang membuat Nabi Daud jatuh hati dan berusaha memisahkan dengan -hingga membunuh- suaminya. Dalam menceritakan kisah ini Al-Khazin bahkan tidak menyebutkan kata قيل.
3.    Tafsir Ruhul Ma’ani di tulis oleh Abu Sana’ Syihab al-Din al-Sayyid Mahmud Afandi al-Alusi al-Bagdadi. Beliau dilahirkan pada hari Jumat tanggal 14 Sya’ban tahun 1217 H/1802 M, di dekat daerah Kurkh, Baghdad, Irak. Beliau seorang ulama Irak yang pernah menjabat mufti Baghdad, maha guru, pemikir, ahli ilmu agama dan ahli berpolemik.
4.    Al-Alusi dinilai sangat selektif dan kritis dalam mengambil riwayat-riwayat isra’iliyat. Hal itu disebabkan karena beliau banyak menekuni disiplin ilmu hadis dan banyak bergaul dengan para ulama ahli hadis muta’akhirin. Kalaupun al-Alusi menyebutkan riwayat-riwayat isra’iliyat atau hadis maudu’ hal itu bukan dimaksudkan sebagai dasar penafsiran, melainkan untuk menunjukkan kebatilan riwayat tersebut dan memberikan tahzir (peringatan) kepada kaum muslimin, terutama para peneliti dan mahasiswa.



[1] Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Studi Kitab Tafsir, Teras, Yogyakarta, 2004, hlm. 102.
[2]Ibid.,hlm.104.
[3] Ibid,.Dosen Tafsir Hadits…, hlm. 112.
[4] Ignaz Goldziher, Madzhab al-Tafsir al-Islami (Terjemah), eLSAQ
[5] Tafsir (Jogjakarta Hamim Ilyas, Studi Kitab: Teras, 2004), hlm. 153.
[6] Hafiz Basuki, Ensiklopedi Islam jilid V(Jakarta: Ichtiar Baru Van Hove, 1993), hlm. 131.
[7]Ibid, hlm. 130
[8] Adz-Dzahabi , at-Tafsir wa al-Mufassirun (Kairo: Darul Hadis, 2005), hlm 303.
[9] Al-Alusi, Ruhul Ma’ani (Beirut-Libanon: Idarah Tiba’ah Munirah, 1971), hlm 4.
[10] Hamim Ilyas, Studi Kitab Tafsir (Jogjakarta: Teras, 2004), hlm 156
[12] Adz-Dzahabi , at-Tafsir wa al-Mufassirun (Kairo: Darul Hadis, 2005), hlm 307.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar