Kamis, 08 Desember 2016

BERDAKWAH SECARA BERTAHAP



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
            Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu kegiatan, ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah laku dan sebagainya yang dalakuakan secara sadar dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain baik secara individu maupun secara kelompok supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian kesadaran, siakap penghayatan serta pengalaman terhadapa ajaran agama sebagai pesan yang disampaikan kepadanya tanpa adanya unsur-unsur paksaan. 
            Islam adalah agama dakwah yaitu agama yang mengajak dan memerintahkan ummatnya untuk selalu menyebarkan dan menyiarkan ajaran islam kepada seluruh ummat manusia.[1] Keharusan tetap berlangsungnya dakwah ditengah-tengah masyarakat itu sendiri, merupakan realisasi dari salah satu fungsi hidup setiap manusia muslim, yaitu sebagai penerus risalah nabi Muhammad saw untuk menyeruh dan mengajak manusia menuju jalan Allah, jalan keselamaan dunia akhirat. Disamping fungsi hidup Khalifa di muka bumi ini.
            Sejak awal, Islam merupakan agama dakwah, baik dalam teori maupun dalam praktek. Prototip Islam sebagai agama dakwah tersebur dicontohkan oleh nabi Muhammad saw dalam kehidupan pribadinya, semasa hidupnya beliau sendiri bertindak sebagai pemimpin dakwah islam dan berhasil menarik banyak pemeluk islam dari kalangan kaum kafir. Dalam sejarah sebagaimana ditulis oleh Thomas W. Arnold, bahwa Rasulullah saw. Merupakan seorang dai dan peletak dasar dakwah islam.[2]  
            Dalam melaksanakan tugas untuk mengajak manusia kejalan Allah, tidaklah semuda membalikkan telapak tangan, sering kali jalan yang ditempu tidak mulus, dan selalu memenuhi hambatan dan rintangan. Untuk itu dalam melaksanakan dakwah islamiyah, diperlukan adanya siasat cermat dan strtegi dakwah yang jitu, diantaranya dengan memakai metode garduasi (Al-Tadarruj) yaitu metode berdakwah dengan secara bertahap. Dalam makalah ini peneulis akan mengupas tuntas runag lingkup penjelasan metode berdakwa secara bertahap (Garduasi) dengan melakuan pendekata melalui Hadits Nabi saw.
B.  Rumusan Masalah

            Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang menjadi acuan pembahasan dalam makalah ini , yaitu:
1.      Apa Hadits yang menekankan berdakwah secara bertahap ?
2.      Apa asbābun Nuzūl Ḥadiṡ tersebut ?
3.      Apa isi kandungan Hadits tersebut ?
4.      Bagaimana tahap-tahap dakwah Rasulullah saw ?


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Matan Dan Terjemah Hadits
حَدَّثَنَا أُمَيَّةُ بْنُ بِسْطَامٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا رَوْحُ بْنُ الْقَاسِمِ عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ أُمَيَّةَ عَنْ يَحْيَى بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ صَيْفِيٍّ عَنْ أَبِي مَعْبَدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا بَعَثَ مُعَاذًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْيَمَنِ قَالَ إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ فَإِذَا عَرَفُوا اللَّهَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ فَإِذَا فَعَلُوا فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ فَرَضَ عَلَيْهِمْ زَكَاةً مِنْ أَمْوَالِهِمْ وَتُرَدُّ عَلَى فُقَرَائِهِمْ فَإِذَا أَطَاعُوا بِهَا فَخُذْ مِنْهُمْ وَتَوَقَّ كَرَائِمَ أَمْوَالِ النَّاسِ
Dari ibnu Abbās ra. Berkata: sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: Beliau mengutus Mu’āż ra. Ke yaman. Beliau bersabda: sesungguhnya kami mendatangi masyarakat ahli kitab, maka hendaknya yang pertama kali ajaran yang kamu serahkan kepada mereka adalah bertauhid kepada Allah. Lalu jika mereka mengenang Allah, lalu beritahukan mereka bahwa Allah telah mewajibkan shalat kepada mereka lima kali sehari semalam, lalu apabila mereka sudah melaksanakannya maka beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka membayar zakat hartanya, dan zakat itu di berikan kepada fakir-miskin di antara mereka. Kemudian apabila mereka telah mematuhinya maka terimalah dari mereka, berhati-hatilah jangan sampai kamu mengambil harta kesayangan mereka[3]
B.  Asbābul wurūd Ḥadīṡ
            Asbābul wurūd hadist  di atas yaitu terjadi ketika  nabi Muhammad saw  mengutus   salah satu sahabatnya  yang  bernama  Mu’āż bin Jabāl  untuk  berdakwa dinegeri yaman pada Tahun 10 Hijriyah, menjelang  Haji wada’, di mana sekitar empat bulan  sebelum wafatnya  Rasulullah  saw.  Mu’āż bin Jabāl  tidak di tugaskan untuk tidak mengajarkan agama islam secara sekaligus, melainkan secara bertahap, berangsur-angsur dan tanpa adanya paksaan.[4]
C.  Isi Kandungan Hadits
            Dalam hadits tersebut terkandung beberapa pelajaran penting yang harus di ketahui oleh semua orang yang berdakwh, mengenai keteladanan Rasulullah saw dalam menggunakan metodologi berdakwah di antaranya:
1.      Metode graduasi (Al-Tadarruj), Yaitu metode berdakwah secara bertahap, ini sebenarnya merupakan metode Al-Qur’an dalam membina masyarakat, baik dalam melenyapkan kepercayaan dan tradisi Jahiliyah maupun yang lain. Demikian pula dalam menanamkan aqidah, al-Quran juga memakai metode graduasi ini.[5] Al-Qura’an diturunkan kepada Nabi saw secara bertahap (berangsur-angsur) begitu pula Nabi saw menyampaikan hal itu kepada para sahabatnya. Karenanya sangatlah wajar apabila salah satu cara dakwah nabi Muhammad saw adalah garduasi. Dakwa dan pengajarannya di sampaikan secara bertahap dan memerlukan tahap matang dan di sesuaikan dengan kemampuan daya tangkap masyarakat atau tingkatan pengertian mereka.
            Namun tampaknya, metode graduasi dalam pendidikan Nabi saw bukan semata-mata karena al-Qur’an diturunkan secara graduasi, melainkan juga merupakan kebijaksanaan Nabi saw sendiri dalam pendidikan. Sebab banyak contoh yang menunjukkan Nabi saw tetap memakai metode itu meskipun hal itu terjadi pada saat-saat akhir dari kehidupan beliau di mana Al-Qur’an sudah hampir tuntas diturunkan.
2.      Materi dakwah dan pengajaran pokok yang pertama disampaikan dalam   adalah mengenai Tauhid. Tauhid merupakan permasalahan yang paling penting dalam agama ini. Maka mendakwahkannya juga merupakan perkara yang penting yang dan tidak boleh disepelekan. Tauhid merupakan bagian yang terpenting dari agama ini, ia merupakan fitrah yang telah Allah tetapkan pada setiap manusia.
            Tauhid juga merupakan inti dakwah dan ajaran seeluruh nabi dan rasul, meski sayri’at yang dibebankan kepada masing-masing umat berbeda. Tauhid merupakan ilmu tentang mengesakan Tuhan, meyakini keesaan Allah swa dalam rububiyah, ikhlas beribadah kepada-Nya, serta menetapkan bagi-Nya nama dan sifat-Nya. Dengan demikian tauhid ada tiga macam, yaitu tauhid rububiya, tauhid uluhiyah, dan tauhid asma wa sifat.[6]
            Di samping menyempurnakan tauhid juga harus ada ajakan kepada tauhid. Jika tidak, maka ada yang kurang dalam tauhid tersebut. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang meniti jalan tauhid disebabkan dia mengetahui bahwa jalan tauhid adalah jalan yang terbaik. Kalau memang dia benar dalam keyakinannya, maka dia juga harus mendakwahkan tauhid. Mengajak kepada seruan tauhid Lā ilāha illallāh adalah termasuk kesempurnaan tauhid seseorang.[7] Nabi Muhammad saw mendakwakan tauhid  selama 13 tahun lamanya , begitupun Nabi-Nabi sebelumnya semuanya mendakwahkan tauhid sebagaimana yang Allah perintahkan:
وَمَآأَرْسَلْنَا مِن قَبْلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلاَّنُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لآ إِلَهَ إِلآ أَنَا فَاعْبُدُونِ
Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian Aku”.” (QS. Al Anbiya’:25)[8]
                        Inilah dakwah seluruh para Nabi, di antara mereka adalah para ‘Ulūl ‘Azmi. Mereka berjalan di atas manhaj dakwah yang satu yaitu tauhid. Inilah kewajiban paling agung yang merupakan materi dakwah yang diusung oleh para nabi kepada bani Adam apaun kondisi yang mereka hadapi walaupun mereka menghadapi kondisi kaum, negeri, dan waktu yang berbeda-beda. Materi dakwah yang mereka sampaiakn sama yang merupakan kewajiban yang harus ditempuh ketika mengajak manusia kepada  Allah ‘Azza wa Jalla. Dan ini juga merupakan jalan dakwah yang ditempuh para penerus dakwah rasul.
3.      Setelah masyarakat beriman barulah Rasulullah memberikan konsekuensi syahadat bahwa syahadat itu mengandung kewajiban sholat lima waktu sehari semalam, kesadaran menunaikan ibadah menjadi bukti kebenaran mereka kepada Allah.
                Shalat merupakan salah satu kewajiban bagi kaum muslimin yang sudah mukallaf dan harus dikerjakan baik bagi muqīmīn maupun dalam perjalanan. Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah syahadat. Islam didirikan atas lima sendi (tiang) salah satunya adalah shalat, sehingga barang siapa mendirikan shalat ,maka ia mendirikan agama (Islam), dan barang siapa meninggalkan shalat,maka ia meruntuhkan agama (Islam). Shalat harus didirikan dalam satu hari satu malam sebanyak lima kali, berjumlah 17 rakaat. Shalat tersebut merupakan wajib yang harus dilaksanakan tanpa kecuali bagi muslim mukallaf  baik sedang sehat maupun sakit. Selain shalat wajib ada juga shalat-shalat sunah.

4.      Tahap berikutnya pemberitahuan kewajiban menbayar zakat hartanya, di mana hal itu merupakan kesadaran bentuk rasa tanggung jawab sosial dan itu menjadi bukti kebenaran islam.
            Zakat merupakan rukun islam yang ketiga setelah Syahadat dan Shalat, sehinggah merupakan ajaran yang sangat penting bagi kaum muslimin, bila saat ini kaum muslimin sudah faham tentang kewajiban shalat dan mamfaatnya dalam membentuk keshalehan pribadi. Namun tidak demikian pemahamnnya terhadap kewajiban terhadap zakat yang berfungsi untuk membentuk keshalehan sosial, implikasi keshalehan sosial ini sangat luas kalau saja kaum muslimin memahami tentang hal tersebut. pemahaman shalat sudah merata dikalangan kaum muslimin, namun belum demikian dengan zakat.
            Zakat merupakan sarana utama dalam pendistribusian asset dan kekayaan ummat. Melalui zakat diharapkan sumber-sumber ekonomi tidak hanya terkonsentrasi pada orang-orang kaya saja, tapi juga terdistribusikan kepada para fakir miskin, sehinggah mereka juga ikut merasakan nikmatnya. Dalam islam, zakat merupakan rukun agama, sedangkan dalam perekonomian, zakat merupakan sarana terpenting dalam distribusi kesejahteraan. 
            Perintah mengeluarkan zakat di ulang sebanyak 32 kali dalam yang hampir seluruhnya memperlihatkan bahwa kedudukan perintah zakat sejajar dengan perintah shalat, dan keduanya saling  melengkapi kesempurnaan manusia. Shalat itu mengacu pada terciptanya hubungan yang intens antara manusia dengan Tuhan secara vertikal sedangkan zakat lebih mengacu kepada terciptanya hubungan intens antara manusia dengan manusia lainnya secara horizontal. Dengan demikian terwujudlah hubungan yang seimbang antara manusia dengan Allah dan manusia dengan manusia.
Zakat mulai diwajibkan sejak tahun kedua hijriah (623 M). banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menyebut zakat berpasangan dengan shalat, hal ini menunjukkan bahwa zakat termasuk ibadah pokok yang tidak bsia diabaikan. Bahkan menurut Ibnu ‘Abbās merupakan pasangan dalam ayat Al-Qur’an yang tidak bisa dipisahkan, artinya seorang yang berkeinginan shalatnya  diterima oleh Allah harus melaksanakan kewajiban zakat, sebaliknya orang yang berkeinginan Ibadah zakatnya diterima oleh Allah harus melaksanakan shalat, sebagaimana Firman Allah SWT.
 
Artinya:
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'. (Q.S. Al-Baqarah: 43)[9]

D.  Tahapan Dakwah Nabi saw Secara Historis

            Tahapan dakwah Rasulullah saw terbagi menjadi dua sesi, yaitu Dakwah Secara Sembunyi-sembunyi, dan dakwah secara terang-terangan. Setelah Rasulullah saw diutus menjadi Rasul dan agar melaksanakan dakwahnya kepada orang Quraisy, maka memulai pendakwahannya tentang ajaran baru yaitu Islam. Pada akhirnya Rasulullah saw melaksanakan dakwah tersebut dengan tahapan pertama, yaitu dakwah secara sembunyi-sembunyi lalu kemudian secara terang-terangan.
1.      Secara sembunyi-sembunyi
            Dakwah secara sembunyi-sembunyi, dilakukan Rasulullah saw di seputar keluarganya, selain itu juga dilakukan di kalangan orang-orang yang tertindas, lemah, dan membutuhkan pertolongan. Pada tahapan ini, Rasulullah saw mengajak mereka memeluk Islam, membina mereka dengan pemikiran-pemikirannya, membimbing mereka dengan tauhid. Demikian itu menunjukkan bahwa Rasulullah tidak pernah lepas dari dakwah dan bersungguh-sungguh membina orang-orang yang masuk Islam dengan pemikiran-pemikiran. Beliau mengumpulkan mereka di rumah Al-Arqām, dan mengirim sahabat yang akan membina mereka dalam bentuk kutlah di berbagai halaqah. Pembinaan secara kelompok yang dilakukan oleh Rasulullah hanya untuk orang-orang yang bersimpati kepada Islam dan siap untuk menerima Islam.
            Materi dakwah yang dilakukan Rasulullah secara sembunyi-sembunyi merupakan ayat-ayat yang turun kepada Rasul untuk mengajak pada ketauhidan, mengingkari keberhalaan, dan kesyirikan serta mengutuk keduanya.
            Selama tiga tahun berdakwah, hanya empat orang pengikut yang masuk Islam dan menjadi pengikut Rasulullah saw. Diantaranya adalah Istri nabi Muhammad Khadījah, dari keluarganya adalah ‘Alī bin Abi Ṭalib, sedangkan dari kalangan budak adalah Zaid bin Harisah, dan dari kalangan kerabat dekatnya Abu Bakar as-Siddīq.[10]
             Dengan perantara Abu Bakar, banyak orang yang masuk Islam, diantaranya; ‘Usmān bin ‘Affān, Ṭalḥah bin ‘Ubaidillah bin Jarrāh, ‘Abdurraḥman bin ‘Auf, Arqām bin Abil Arqām, Fatīmah binti Khattāb, dan suaminya dan lain-lain. Pada tahap pertama ini, tantangan yang dialami oleh Rasulullah masih sedikit, karena masih dalam tahap sembunyi-sembunyi, jadi belum terlalu keras dan terjal dalam pendakwahannya.
2.      Dakwah secara terang-terangan
            Setelah tiga tahun berlalu, dan melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi, maka Rasulullah saw ingin menyampaikan dan menyebarkan secara terang-terangan. Sebelum Rasulullah saw berdakwah secara terang-terangan, Rasulullah saw menjamu makan malam sederhana kepada kaum Bani Hasyim (keluarga besar Rasulullah saw). Dalam acara tersebut Rasulullah saw mengajak kabilah Bani Hasyim untuk mengikuti langkah atau ajaran Islam.[11] Hasil yang didapatkan adalah mereka tidak menggubris ajakan Rasulullah, bahkan meninggalkan tempat jamuan sebelum acara tersebut berakhir.
            Di lain waktu, acara jamuan tersebut diadakan kembali. Kali ini para tamu undangan mulai mendengarkan perkataan Rasulullah saw. Namun, tak satupun dari mereka yang meresponnya secara positif. Hal tersebut tidak membuat Rasulullah saw dan para sahabatnya patah arah, tetapi membuat Rasulullah saw dan para sahabatnya semangat dan dakwahnya semakin diperlebar. Hingga suatu ketika Rasulullah saw mengadakan pidato terbuka di bukit Sofa. Pidato tersebut berisi perihal kerasulannya. Rasulullah memanggil seluruh penduduk Makkah dan mengabarkan kepada mereka bahwa dirinya diutus untuk mengajak mereka meninggalkan “Paganisme” (Penyembahan terhadap berhala). Beliau menjelaskan bahwa Tuhan yang wajib disembah hanyalah Allah. Mendengar hal tersebut masyarakat Quraisy tersentak kaget, mereka sangat marah karena hal tersebut dan menghina tradisi nenek moyang dan kehormatan mereka. Para pembesar Quraisy membentak dan memaki Rasulullah dengan keras. Mereka menganggap bahwa Muhammad adalah orang gila. Bahkan pamannya sendiri pun mengancam Rasulullah dengan keras.Seiring berjalannya waktu, dakwah secara terang-terangan terus dilakukan.
            Bersamaan dengan itu pula, perlawanan dari kalangan pembesar Quraisy seperti Abū Sofyan, Abū Lahab, Ummayah, dan ‘Utbah bin Rabī’ah semakin gencar. Para penentang tersebut mulai melancarkan aksi permusuhan kepada Rasulullah dan para sahabat. Para pengikut yang berasal dari kalangan lemah dan tertindas sering mendapatkan siksaan yang berat. Mereka tidak lagi memandang bahwa Muhammad adalah anggota kabilah Bani Hasyim, hanya saja tekanan-tekanan terhadap Rasulullah tidak mereka lakukan secara langsung, karena mereka masih menghargai Abu Thalib dan para anggota Bani Hasyim lainnya. Setelah mendapatkan siksaan yang bertubi-tubi dari kaum Bani Hasyim, maka kaum muslimin hijrah ke Abesinia (Ethiopia). Hijrah kaum muslim tersebut terbagi menjadi dua gelombang. Gelombang pertama berjumlah 11 orang pria dan 4 wanita. Ternyata sesampainya di Makkah justru Quraisy menyiksa kaum muslimin lebih kejam dari yang sebelumnya. Oleh karena itu, maka kaum muslimin berhijrah kembali untuk yang kedua kalinya ke abesinia dengan rombongan yang lebih besar, yakni orang pria tanpa wanita. Mayoritas penduduk Abesinia beragam nasrani (kristen) dan dipimpin oleh Raja Najasi Negus. Para masyarakat Abesinia menghormati kaum muslim untuk tinggal di sana sampai setelah Nabi hijrah ke Madinah.[12]

BAB III
PENUTUP
1.    Asbābul wurūd hadist tersebut yaitu terjadi ketika  nabi Muhammad saw  mengutus sahabatnya Mu’āż bin Jabāl  untuk  berdakwah di yaman pada Tahun 10 hijriyah, menjelang  haji wada’, Mu’āż bin Jabāl  tidak di tugaskan untuk tidak mengajarkan agama islam secara sekaligus, melainkan secara bertahap, berangsur-angsur dan tanpa adanya paksaan.
2.    Hadits di atas memiliki beberapa kandungan diantaranya: Berdakwah dengan secara bertahap, materi dadwah yang pertama disampaikan adalah tauhid, kemudian shalat dan zakat.
3.    Tahapan dakwa Rasulullah saw terbagi dua yaitu: Dakwah secara sembunyi-sembunyi dan dakwah secara terang-terangan.


DAFTAR PUSTAKA
Shaleh, Abud Rosyad. Manajemen Dakwah Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1987.
Arnold, Thomas W. The preaching of Islam, diterjemahkan oleh A. Nawawi Rambe. sejarah dakwah islam. Jakarta: widjaya, 1981.
Shahih Bukhari, Istambul: Dār at-Tibā’ah al-‘Āmirah. 2005.
As-Suyūṭi, Jalaluddīn ‘Abdurraḥmān. al-Luma’ fī asbābil Wurūdil hadīs, Beirut: Dār Iḥya’ at-Tūras al-‘Arabi, 2001.
Al-Khātib, Muḥammād ‘Ajjāj. Ushul al-Hadist, Berirut: Dār al-Fikr,1989.
Nafis, Syekh. Titian sufi menuju Tauhidullah. Yogyakarta: Pustaka Sufi 2003.
‘Uṡaiman, Syaikh.  Al-Qoulūl Mfīd. Kairo: Dārul ‘Aqīdah 2000.
Agama RI, Departemen. Al-Quran dan Terjemah. Jakarta: PT Sygma Examedia Arkanleema 2009.
Hisyam, Ibnu. Sirah An-Nabawiyah. Beirut: Dār al-Fikr 1999.



[1] Abd Rosyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1987) hlm 1.
[2] Thomas W Arnold. The preaching of Islam, diterjemahkan oleh A. Nawawi Rambe, sejarah dakwah islam (Jakarta: widjaya, 1981) hlm 11.
[3] Shahih Bukhari, (Istambul: Dār at-Tibā’ah al-‘Āmirah, 2005) hlm 125.
[4] Jalaluddīn ‘Abdurraḥmān as-Suyūṭi, al-Luma’ fī asbābil Wurūdil hadīs, (Beirut: Dār Iḥya’ at-Tūras al-‘Arabi, 2001) hlm 455.
[5] Al-Khātib, Muḥammād ‘Ajjāj, Ushul al-Hadist (Berirut: Dār al-Fikr,1989)  hlm. 57

[6] Syekh Nafis, Titian sufi menuju Tauhidullah (Yogyakarta: Pustaka Sufi, 2003) hlm 149.
[7] Syaikh ‘Utsaimin, Al-Qoulūl Mfīd. (Kairo: Dārul ‘Aqīdah, 2000) hlm 20.
[8] Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemah, (Jakarta: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2009) hlm 324.
[9] Op.cit., h 7.
[10] Ibnu Hisyam, Sirah An-Nabawiyah (Beirut: Dār al-Fikr, 1999) hlm 105.
[11] Op.cit., h 123.
[12] Op.cit., h 157

Tidak ada komentar:

Posting Komentar