Kamis, 08 Desember 2016

MALU SEBAHAGIAN DARI IMAN



Malu secara bahasa ialah perubahan dan peralihan sikap manusia karena takut atau khawatir terhadap sesuatu perbuatan yang menyebabkan dirinya dicela orang lain. Sedangkan menurut istilah yang disebut dengan malu adalah sifat yang mendorong seseorang untuk menjauhi perbuatan-perbuatan buruk dan mencegah dirinya dari kelengahan terhadap hak yang menjadi milik orang lain. Malu ini termasuk ke dalam golongan kesempurnaan ahklak dan kegemaran kepada sebutan baik. Orang yang tidak mempunyai rasa malu pasti rendah ahlaknya dan tak mampu mengendalikan hawa nafsunya.
Malu adalah akhlak yang mulia yang mencegah seseorang dari perbuatan yang haram dan mungkar, serta dapat menjaga seseorang agar tidak terjerumus kedalam lembah nista yang penuh dengan dosa. Namun sesuatu yang kita dapati sekarang tidak seperti apa yang diinginkan oleh Islam. Kita sering keliru meletakkan kata malu, atau malah memang  rasa malu itu telah sirna dari dalam diri kita. Sering kita dengar kata “malu” dari orang lain yang tidak pantas untuk dikatakan malu dalam persepsi Islam. Seperti malu untuk berbusana muslimah, malu untuk menghadiri sholat berjamaah. Malu seperti ini merupakan malu yang bersifat negatif dalam persepsi Islam. Karena mereka malu untuk melakukan kebajikan.
Sekarang kita telah tertipu dengan sebuah paradigma, yaitu modernisasi. Moderniasi telah mencampakan rasa malu kita jauh-jauh. Dan anehnya lagi, kita tidak ingin dikatakan sebagai orang yang tidak mempunyai rasa malu. Maka kalau sudah seperti ini, tugas kita sekarang adalah menumbuhkan kembali rasa malu tersebut, yaitu dengan meluruskan arti malu yang sesunguhnya terlebih dahulu.
Bisa dibayangkan jika rasa malu itu hilang, maka segala perilakunya tidak akan terkontrol. Mempertontonkan aurat dianggap trend bahkan menjadi tontonan sehari-hari keluarga kita. Begitu hebatnya bencana yang muncul akibat hilangnya rasa malu hingga Rasulullah saw pun menyindir, "Jika rasa malu hilang, maka lakukanlah apa saja oleh kalian sesuka nafsu kalian." Hal ini mengandung pengertian, jika menimbang mana halal dan mana haram atau hak dan batal suatu perbuatan.
Kalau ini telah demikian adanya, apa bedanya dengan binatang, mereka hidup hanya bermodalkan hawa nafsu tanpa berlandaskan akal sehat. Bahkan manusia akan lebih rakus dan kejam dari binatang. Hilangnya rasa malu adalah awal suatu bencana.

            Perlu di ingat bahwa sifat malu, bukan berarti pemalu. Pemalu adalah penyakit jiwa dan lemah kepribadian akibat rasa malu yang berlebihan. Sebab, sifat malu tidaklah menghalangi seorang muslim untuk tampil menyuarakan kebenaran. Sifat malu juga tidak menghambat seorang muslim untuk menyeru kepada yang ma’ruf.
Pada umumnya sifat malu di bagi menjadi tiga bagian di antaranya sebagai berikut:
1.      Malu kepada diri sendiri.
Orang yang mempunyai malu terhadap dirinya sendiri, saat melihat dirinya sangat sedikit sekali amal ibadah dan ketaatannya kepada Allah swt. serta kebaikannya kepada masyarakat di lingkungannya, maka rasa malunya akan mendorongnya untuk meningkatkan amal ibadah dan ketaatan kepada Allah swt. Orang yang mempunyai rasa malu terhadap dirinya sendiri, saat melihat orang lain lebih berprestasi darinya, dia akan malu, dan dia akan mendorong dirinya untuk menjadi orang yang berpresetasi.
2.      Malu kepada manusia.
Orang yang merasa malu terhadap manusia akan malu berbuat kejahatan dan maksiat. Dia tidak akan menganiaya dan mengambil hak orang lain. Walaupun malu yang seperti ini bukan didasari karena Allah SWT melainkan karena dorongan rasa malu terhadap orang lain, tapi insyaAllah orang tersebut mendapat ganjaran dari Allah SWT dari sisi yang lain. Tapi perlu dicatat, orang yang merasa malu karena dorongan adanya orang lain yang memperhatikan, sementara ketika sendiri dia tidak malu, maka sama artinya orang itu merendahkan dan tidak menghargai dirinya.
3.      Malu kepada Allah SWT.
Malu seperti ini akan menimbulkan kesan yang baik. Orang yang memiliki rasa malu terhadap Allah SWT akan tampak dalam sikap dan tingkah lakunya, karena ia yakin bahwa Allah SWT senantiasa melihatnya.
Rasa malu semestinya merupakan budaya yang lazim “dianut” oleh karakter bangsa-bangsa timur. Kenyataannya, budaya malu perlahan-lahan mulai menghilang dengan proses pembauran yang global. Tanpa malu-malu, karakter budaya ketimuran mulai mengadopsi karakter budaya kebaratan yang kadang-kadang “tidak tahu malu”, semisal pergaulan bebas dan cara berpakaian. Hal ini tentu tidak dibenarkan dalam ajaran Islam di mana umat Islam diharuskan untuk memiliki rasa malu.
Di sulawesi selatan sendiri, rasa malu merupakan budaya yang sangat di tekankan dan di perhatikan. Budaya malu di sulawsi selatan biasa di sebut dengan siri’, akan tetapi pada masa globalisasi saat ini, siri’ sudah mulai perlahan di tinggalkan bahkan pada generasi muda di Sulawesi selatan kebanyakan tidak mengenal budaya siri’ padahal ini merupakan budaya yang harus di lestarikan.
Siri’ merupakan kata sifat dan bila ditambah awalan dan akhiran menjadi kata sifat,  contoh  Masirika  ( Saya malu ) yang berarti seseorang  memiliki rasa malu. namun bila sudah menjadi sebuah sifat moral dari sebuah konsep (adat) memiliki makna yg mendalam. Pengertian siri’ tidak terlalu jauh tetap dikatakan sebuah kata sifat yaitu sifat malu. sehingga pengertian siri’ itu tercermin sebagai sebuah sifat yang menonjol selama ini dalam masyarakat Sulawesi selatan.
Semoga kita senantiasa mengedepankan rasa malu yang benar dan baik bagi kehidupan ini. Sebagai wujud cinta yang sesungguhnya. Sebuah cinta yang agung dan mendatangkan ridha Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar