Sabtu, 10 Desember 2016

ANALISIS BUKU HADITS-HADITS BERMASALAH (Karya Ali Mustafa Ya’kub)



BAB I
PENDAHULUAN
  A.  Latar Belakang
Dalam Islam, Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an. Semua jumhur ulama mengakui hadits sebagai sumber hukum. Bagi kaum Muslim di Indonesia, yang mayoritas beraliran sunni, hadits menjadi sumber penting yang dijadikan sebagai sandaran utama. Bahkan, upaya-upaya mengabaikan hadits di kalangan Muslim Indonesia dianggap sebagai upaya menghancurkan salah satu sendi agama Islam itu sendiri.
Namun demikian, tidak seperti al-Qur’an yang metode periwayatannya dilakukan secara mutawatir dan sudah ditulis sejak masa kenabian Muhammad Saw., sehingga ia menjadi niscaya sebagai sumber hukum, tidak demikian halnya dengan hadis. Hadits, yang baru ditulis pada akhir abad II H dan periwayatannya yang tidak semuanya dilakukan secara mutawatir, perlu diteliti lebih dulu sebelum bisa diamalkan. Untuk itulah, para ulama di masa lalu berusaha mengembangkan sebuah metode dimana hadis selanjutnya bisa dijadikan sebagai sumber hukum. Secara umum, ada dua besaran atau objek kajian dalam hadis, yaitu kegiatan mendapatkan, mengkaji, dan mempelajari materi hadits dan (ilmu riwayah al-hadits) dan kegiatan mengkaji status hadis dengan mengukur apakah ia bisa diterima atau ditolak (ilmu dirayah al-hadits). Dari dua besaran kegiatan mempelajari hadis ini, disiplin ilmu terakhir lah yang banyak berkaitan dengan aktivitas mengamalkan atau aktivitas mendapatkan hukum (istinbat al-hukm) dari hadis, yang darinya dikenal dua metode kritik hadis, yaitu metode kritik sanad (periwayatan), dan metode kritik matn (teks/ redaksi).
Untuk konteks wilayah Indonesia pada umumnya, diantaranya muncul nama-nama yang ahli dibidang ilmu hadits. Diantaranya yang tidak asing ditelinga kita seperti Syuhudi  Ismail, Hasbi as-Shiddiqy dan berikut sosok pakar  Hadis yang akan kita bahas dalam makalah kali ini yang muncul diabad modern yaitu Ali Mustafa Ya’qub dalam karyanya Hadits-Hadits Bermasalah.  
Sebagai pengenalan, dalam makalah ini penulis sedikit mengulas secara singkat tentang biografi beliau, tema pokok isi buku beserta metodologi yang beliau pakai dalam pembukuan Hadis. Ini semua adalah hal-hal yang cukup penting untuk diketahui sebelum kita tenggelam lebih dalam saat membaca buku beliau.
B.  Rumusan Msalah
            Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa masalah yang menjadi acuan pembahasan dalam makalah ini , yaitu:
1.      Bagaimanakah biografi Ali Mustafa Ya’qub ?
2.      Jelasakan sedikit pengantar tentang buku ?
3.      Apa tema pokok dari buku Hadits-hadits bermasalah ?
4.      Bagaimana metodologi dan sistematika penulisan buku Hadits-hadits bermasalah  ?
5.      Apa kelebihan dan kekurangan dibandingkan buku lain ?

BAB II
PEMBAHASAN
A.  Biografi Ali Mustafa Ya’qub
Prof  Dr KH Ali Mustafa Yaqub, MA lahir di Batang Jawa Tengah, 1952. guru besar Hadis Institut Ilmu-Ilmu al-Qur'an (IIQ) Jakarta. Pada tahun 1966 ia mulai mondok di Pesantren Seblak Jombang sampai tingkat Tsanawiyah 1969. Kemudia ia nyantri lagi di Pesantren Tebuireng Jombang yang lokasinya hanya beberapa ratus meter saja dari Pondok Seblak. Di Pesantren ini ia menekuni kitab-kitab kuning di bawah asuhan para kiai sesepuh, antara lain al-Marhum KH. Idris Kamali, al-Marhum KH. Adlan Ali, al-Marhum KH. Shobari dan al-Musnid KH. Syansuri Badawi. Di Pesantren ini ia mengajar Bahasa Arab, sampai awal 1976.
Tahun 1976 ia melanjutkan pendidikanya di Fakultas Syariah Universitas Islam Imam Muhammad bin Saud, Riyadh, Saudi Arabia, sampai tamat dengan mendapatkan ijazah license, 1980. Kemudian masih di kota yang sama ia melanjutkan lagi di Universitas King Saud, Jurusan Tafsir Hadis, sampai tamat dengan memperoleh ijazah Master, 1985. Sedangkan gelar doktornya diperoleh dari universitas di India.
Disertasinya yang berjudul Kriteria halal-haram untuk pangan, obat dan kosmetika dalam perspektif al-Qur`an dan Hadis, untuk memperoleh gelar Doktor dalam Hukum Islam dari Universitas Nizamia, Hyderabad India. Sidang Munaqasyah yang dilakukan tim penguji internasional, dipimpin Prof Dr M Hassan Hitou, Guru Besar Fiqh Islam dan Ushul Fiqh Universitas Kuwait yang juga Direktur Ilmu-ilmu Islam Frankfurt Jerman. Para anggota penguji Prof Dr Taufiq Ramadhan Al-Buti (Guru Besar dan Ketua Jurusan Fiqh dan Ushul Fiqh Universitas Damaskus, Suriah), Prof Dr Mohammed Khaja Sharief M. Shahabuddin (Guru Besar dan Ketua Jurusan Hadis Universitas Nizamia, Hyderabad, India) dan Prof Dr M Saifullah Mohammed Afsafullah (Guru Besar dan Ketua Jurusan Sastra Arab Universitas Nizamia).
Kemudian mantan Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia ini pulang ke Indonesia dan mengajar di Institut Ilmu Al-Qur'an (IIQ) Jakarta, Institut Studi Ilmu Al-Qur'an (ISIQ/PTIQ) Jakarta,  Pengajian Tinggih Islam Masjid Istiqlal, Pendidikan Kader Ulama (PKU) MUI, Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STIDA) Al-Hamidiyah, dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun 1989, bersama keluarganya ia mendirikan Pesantren “Darus-Salam” di desa kelahirannya.
Sederet gelar itu sekaligus menjadikannya sebagai pakar pertama dalam bidang hadis di Indonesia. Sedikit dari ulama yang langka dari sosok ulama di tanah air. Selain aktif mengajar dan memberikan dakwah. Mendirikan Pondok Pesantren Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah, di Ciputat, Banten. Juga dipercaya menjadi Imam Besar Masjid Istiqlal, Jakarta.
Mantan Ketua Umum Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Riyadh yang aktif menulis ini, kini juga menjadi Sekjen Pimpinan Pusat Ittihadul Muaballighin, Anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, Ketua STIDA al-Hamidiyah Jakarta, dan sejak Ramadhan 1415 H/Februari 1995 ia diamanati untuk menjadi Pengasuh/Pelaksana Harian Pesantren al-Hamidiyah Depok, setelah pendirinya KH. Achmad Sjaichu wafat 4 Januari 1995. Terakhir ia didaulat oleh kawan-kawannya untuk menjadi Ketua Lembaga Pengkajian Hadis Indonesia (LEPHI).
B.  Pengantar Umum Tentang Buku
Pada awalnya, Ali Mustafa Ya’qub sering menerima pertanyaan-pertanyaan dari berbagai lapisan masyarakat tentang hadits-hadits yang berkembang dikalangan mereka. Pertanyaan-pertanyaan itu datang kepada beliau, ada yang lewat telpon dan ada pula yang langsung datang kepada beliau. Biasanya, jawaban pertanyaan-pertanyaan itu beliau berikan secara singkat. Maklum, khususnya pertanyaan yang lewat telpon sering memerlukan waktu yang singkat. Namun demikian, mereka yang bertanya itu sering juga meminta keterangan-keterangan yang lebih rinci dari beliau.
Keteranagan-keteranagan yang rinci itu tentulah memerlukan kajian, bahasa, bahkan penelitian tentang hadits-hadits yang mereka tanyakan. Maka agar hasil kajian itu lebih diketahui oleh orang banyak, beliau kemudian menggunakan media massa untuk menyebarkan hasil kajiannya itu. Dan kebetulan pada waktu itu, yaitu pertengahan tahun 1990-an, beliau diamanati untuk mengasuh rubik Hadits/Mimbar dalam majalah Amanah Jakarta, sehinggah tulisan-tulisan tentang hadits itu diterbitkan dalam majalah tersebut.
Tentu saja, tulisan-tulisan yang diterbitkan oleh Majalah Amanah itu jumlahnya tidak banyak, namun hal itu telah mengilhami beliau untuk lebih banyak meneliti hadits-hadits seperti itu, yaitu hadits-hadits yang banyak dipermasalahkan di masyarakat. Hadit-hadits itu adakalanya kondang di masyarakat, bahkan menjadi dasar amalan ibadah mereka, padahal setelah diteliti hadits-hadits itu ternyata palsu. Ada pula hadits-hadits yang justru dianggap oleh sebagaian masyarakat sebagai hadits-hadits palsu, pada hal setelah diteliti ternyata hadits itu shahih. Dan adapula hadits yang ditinggalkan oleh sebagian masyarakat karna dinilai dhaif (lemah), padahal kedhaifan hadits itu tidak parah dan subtansinya didukung oleh dalil-dalil yang lebih kuat, sehinggah hadits tersebut tetap layak untuk tetap menjadi landasan beramal atau untuk meninggalkan perbuatan terlarang.
Beliau menyiapkan bukunya cukup lama. Betapa tidak, hadits yang pertama disiapkan pada bulan Desember 1994, sedangkan hadits terakhir disiapkan pada bulan Maret 2003, maka penyiapan buku ini hampir menelan waktu selama sembilan tahun. Namun demikian hal itu wajar saja, karena untuk menyiapakan isi bukunya, beliau menunggu apa yang berkembang di masyarakat. Bahakan sebagian pembahasan hadits yang berkembang yang terdapat dalam bukunya, berasal dari kejadian yang terjadi jauh sebelum tahun1994 itu. Misalnya hadits tentang sambutan Nabi saw pada waktu beliau hijrah ke Madinah dan hadits tentang sisa makanan mukmin itu obat.
Setelah hadits-hadits dikumpukan dalam bukunya, buku itu tidak disebut Hadits-hadits palsu dan lemah sekali, seperti lazimnya buku-buku yang suda terbit, tetapi cukup disebut dengan Hadits-hadits bemasalah. Tentu saja hadits-hadits yang semulah dipermasalahkan oleh sebagian masyarakat itu, setelah diketehui statusnya melalui buku itu, diharapkan tidak akan dipermasalahkan lagi.    

C.  Tema Pokok Isi Buku
Para ulama dan kaum muslimin sepakat, bahwa Hadis Rasulullah saw adalah sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an. Bahkan, hadtis adalah penjelasan bagi isi Al-Qur'an. Namun, tidak setiap hadis diakui kebenarannya oleh para ulama, mengingat proses pembukuan hadis berlangsung cukup lama setelah selesainya wahyu Al-Qur'an diturunkan secara utuh. Di samping itu, untuk membuktikan kebenaran, apakah itu betul-betul ucapan Rasulullah atau bukan, dibutuhkan ketelitian, kekuatan hafalan dan ketekunan luar biasa. Oleh karena itu, kehati-hatian kita dalam menyampaikan hadis perlu untuk dilakukan. Karena ternyata banyak hadis-hadis yang sudah familiar di telinga kita, ternyata ada di antaranya merupakan hadis-hadis yang tidak jelas sumbernya.
Ali Mustafa Yaqub ternyata menemukan beberapa hadis yang bermasalah. Beliau, melalui melalui karyanya buku Hadits-hadits bermasalah menghimpun 33 hadis yang memiliki masalah, meskipun selama ini kita sering menyampaikannya, baik dalam forum ceramah atau obrolan sesama rekan.
Buku tersebut awal mulanya adalah jawaban atas pertanyaan dari berbagai lapisan masyarakat tentang hadis-hadis yang berkembang di kalangan mereka. Lalu disajikan dalam bentuk tulisan secara berkala di majalah Amanah dalam rubrik Hadis/Mimbar.
Buku tersebut berisi informasi penting tentang hadits-hadits yang dipermasalahkan dikalangan masyarkat. Buku tersebut menjadi penting karna jarang orang yang mau menekuni bidang hadits dan ilmu hadits, sehinggah ia dapat memberikan informasi tentang status dan permasalahan dari hal-hal yang berkaitan dengan hadits dan ilmu hadits.
Kendati buku itu merupakan buku beliau yang ke-16 dari buku-buku beliau yang sudah diterbitkan, namun buku tersebut menempati posisi yang paling strategis, karena ia berisi hadits-hadits yang dipermasalahkna dikalangan masyarakat. Karenanya tidak heran, ketika penerbit pustaka Firdaus melihat naskah buku itu tergeletak dimeja tamu rumah beliau, ia meminta supaya naskah buku itu deserahkan kepadanya. Namun beiau tidak menyerahkannya, karena isinya baru memuat 28 bahasan hadits, sementara beliau masih ingin menambahinya 5 buah hadits lagi. Bagaimanapun, melalui buku itu, beliau telah memberikan suatu informasi penting kepada ummat, khususnya yang berkaitan dengan hadits Nabawi, karena hal itu berhubungan erat dengan masalah agama mereka.  
Karya beliau tersebut sangat bermanfaat dikalangan masyarakat untuk mengetahui lebih jauh kedudukan hadits yang selama ini telah akrab di telinga dan lisan masyarakat, namun ternyata memiliki masalah.
D.  Metodologi dan sitematika penulisan buku hadits-hadits bermasalah
Usaha keras Ali Mustafa Ya’qub dalam mengumpulkan dan meneliti hadits guna memastikan kualitasnya, akhirnya tersusunlah sebua buku hadits sebagaimana yang dikenal pada saat ini dengan tema Hadits-hadits bermasalah. Usaha kerasnya ini tergambar dari usaha beliau mempersiapkan bukunya selama sembilan tahun, yang dimulai pada tahun 1994 sampai pada tahun 2003.
Nama buku Hadits-hadits bermasalah adalah merupakan pemberian langsung Ali Mustafa Ya’qub yang ditulis sebanyak 203 halaman, Pada mulanya Ali Mustafa Ya’qub hanya mengumpulkan sebanyak 28 hadits, namun setelah melihat apa yang berkembang dimasyarakat, ternyata  masih ada hadits yang perlu beliau tambahkan dalam bukunya tersebut, beliau menambahkan sebanyak 5 buah hadits lagi, karna hadits tersebut dipandang perlu untuk diketahui oleh masyarakat.
Metode yang dipakai oleh Ali Mustafa Ya’qub dalam menulis bukunya adalah metode maudhu’i (tematik). Dengan diawali dengan uraian cerita (qishahah) dan metode dialog (hiwar). Bahkan kadang-kadang disana diselipi dengan kata-kata jenaka. Tujuannya untuk mempermudah pembaca memahami kandungan hadis tersebut. Sebagai suatu cerita, terkadang tulisan-tulisan dalam buku tersebut, diangkat dari kejadian-kejadian yang terjadi di masyarakat, dan tentu saja dengan dilakukan perubahan nama tokoh-tokoh dalam cerita itu. Adapula tulisan itu semata-mata fiktif, tanpa diawali suatu kejadian apapun. Dan ada pula yang merupakan gabungan antara fakta dan fiktif. Penulis buku yang juga pimpinan Pesantran Luhur Ilmu Hadis Darus Sunnah, menjabarkan setiap hadis dari mulai matan (teks)-nya, rawi (periwayat), kualitas hadis dan kedudukan hadis itu secara umum serta uraian sedikit banyak menyangkut ilmu hadits.
 Hadits-hadits yang disajikan dalam buku tersebut cukup familiar dan kita akan terkejut, ternyata banyak hadits yang bermasalah. Dan itu adalah yang berkembang di masyarakat. Kenyataan ini membuktikan apa yang beliau tegaskan bahwa, dibanding dengan hadit-hadits shahih, Hadits-hadits yang palsu yang beredar di masyarakat jumlahnya jauh lebih kecil. Namaun jumlah yang sangat kecil ini apabila dibiarkan, dapat mengotori jumlah yang sangat besar. Karenanya membersihkan yang sangat besar dari hal-hal yang sangat kecil itu tampaknya suatu keharusan.
Ada sebanyak 33 hadits yang beliau himpun dalam bukunya, ke-33 hadits tersebut dipandang hadits-hadits yang bermasalah ataupun dipandandang sebagai hadits Dha’if. Ali Mustafa Ya’qub menetapkan kualitas hadits tersebut sebagai hadits-hadits yang bermsalah tidak sekedar menetapkan saja. Akan tetapi untuk memastikan kualitas sebua hadits dalam menyusun bukunya terlebih dahulu beliau meneliti hadits itu dengan mentahkrij hadits tersebut dari kitab sumbernya, dan tidak hanya merujuk pada satu kitab saja akan tetapi semua kitab-kitab yang menukuil hadits tersebut. Setelah itu barulah beliau melakukan i’tibar, meneliti siapa-siapa yang menjadi sanadnya, siapa rawinya dan tak lupa juga beliau meneliti kualitas matannya, baru setelah itu beliau memperkuatnya dengan asbabul wurud hadits tersebut.
Koleksi hadits dalam buku beliau tidak terbatas pada satu pembahasan saja, akan tetapi berisi beberapa pembahasan, beliau mengisi kitabnya dengan hadits-hadits tentang hukum, mu’amalah, fadhailul a’mal, kisah-kisah, ahklak, dan beberapa pembahasan yang lain mengenai hadits-hadits yang populer di kalangan masyarakat yang kualitas haditsnya lemah.
Berikut ini kami sajikan pembahasan yang terkandung dalam buku Hadits-hadits bermasalah :
1.      Mencari ilmu di negri China.
2.      Perbedaan pendapat itu rahmat. perselisihkan
3.      Ulama-Umarah. perselisihkan
4.      Kemiskinan itu mendekati kekafiran.
5.      Fadhilah dan shalat malam nishfu sya’ban.
6.      Ramadhan diawali rahmat.
7.      Pergi Haji dengan uang haram
8.      Tanpa Nabi Muhammad dunia tidak tercipta
9.      Ibadah haji dan ziarah kubur Nabi saw
10.  Bekerja untuk dunia seperti akan hidup selamanya
11.  Perpecahan umat Islam menjadi tuju puluh tiga golongan
12.  Wanita tiang negara
13.  Siapa menghendaki dunia atau akhirat ia wajib berilmu
14.  Cinta tanah air sebagian dari iman
15.  Orang yang mengenali dirinya ia mengenali tuhannya
16.  Manusia mengikuti perilaku pemimpinnya
17.  Sisa makanan mukmin itu obat
18.  Ulama itu ibarat nabi-nabi bani Israil
19.  Keajaiban seputar kelahiran Nabi saw
20.  Seekor kijang menyalami Nabi saw
21.  Tidak makan kecuali lapar
22.  Memperingati maulid Nabi saw
23.  Nabi saw disambut qashida thala’ al-badr
24.  Ramadhan setahun penuh
25.  Shalat tasbih
26.  Menyombongi orang sombong adalah sedekah
27.  Jumlah rakaat shalat tarwih
28.  Tidurnya orang bepuasa itu ibadah
29.  Ramadhan tergantung zakat fitrah, 
30.  Shalat memakai surban.
31.  Bergembira dengan datangnya bulan Ramadhan.   
32.  Lima perbuatan pembatal puasa. 
33.  Surga merindukan empat orang.   
Ke-33 hadits diatas adalah hadits yang dipandang sebagai hadits-hadits yang bermasalah setelah dilakukannya penelitian yang mendalam. Sebahagian hadits diatas adalah hadits yang kualitasnya dhaif (lemah), hadits matruk (semi palsu), dan sebagian pula bahkan adalah hadits madhu’ (palsu). Hadits-hadits diatas tidak ditemukan pada kitab-kitab hadits yang mu’tabar baik pada Kutub as-Sittah dan bahkan pada Kutub at-Tis’ah. Hadits-hadits tersebut hanya bisa ditemui pada kitab-kitab fadhail al-‘A’mal seperti kitab Durrutun an-Nasihin dan kitab-kitab hadits yang bercorak tasawwuf.
E.  Kelebihan dan kekurangan dibanding buku sejenis
Ada beberapa keistimewaan yang dimiliki oleh Buku Hadits-hadits bermasalah dibandingkan buku sejenisnya, antara lain sebagai berikut:
1.      Mencantumkan nama Perawi Hadits yang bermasalah
2.      Membumbuhi bukunya dengan komentar-komentar para ulama terhadap hadits yang diteliti
3.      Dilengkapi dengan uraian cerita (qishahah) dan metode dialog (hiwar).
4.      Menjelaskan sumber dimana hadits tersebut diambil
Sebagai suatu penelitian ilmiah, karya tersebut tidak lepas dari kekurangan-kekuranag. Dalam sebuah penelitian, khususnya Ilmu Hadits, sebuah penukilan yang akurat adalah penukilan yang dilakukan dari buku pertama dari sumber yang asli. Seyogyanya penelitian dalam buku itu semuanya begitu. Namun karena terkadang beliau kesulitan mendapatkan sumber yang asli itu, beliau terpaksa menukil dari sumber yang kedua. Kelemahan dalam penukilan seperti ini adalah apabila dalam penukilan sumber kedua itu salah, kemudian beliau menukil dari situ, maka akan terjadi dua kali kesalahan dalam penukilan. Namu bagaimanapun beliau telah berusah untuk merujuk dan menukil dari sumber-sumber asli yang pertma, kecuali beliau mendapatkan kesulitan-kesulitan untuk mendapatkan rujukan-rujukan yang asli. Dan ayang akhir ini jumlahnya sedikit. 
BAB III
PENUTUP
Buku Hadit-hadits bermasalah awal mulanya adalah jawaban atas pertanyaan dari berbagai lapisan masyarakat tentang hadis-hadis yang berkembang di kalangan mereka. Lalu disajikan dalam bentuk tulisan secara berkala di majalah Amanah dalam rubrik Hadis/Mimbar. Pada tahun 2003 barulah buku beliau diterbitakan oleh Pustaka Firdaus.
Buku tersebut berisi informasi penting tentang hadits-hadits yang dipermasalahkan dikalangan masyarkat. Ada sebanyak 33 Hadits yang dihimpun dalam buku tersebut yang dipandang sebagai hadits-hadits yang bermasalah yang masyhur dikalangan masyarakat Indonesia.
Metode yang dipakai oleh Ali Mustafa Ya’qub dalam menulis bukunya adalah metode maudhu’i (tematik). Dengan diawali dengan uraian cerita (qishahah) dan metode dialog (hiwar). Ali Mustafa Ya’qub menjabarkan setiap hadis dari mulai matan (teks)-nya, rawi (periwayat), kualitas hadis dan kedudukan hadis itu secara umum serta uraian sedikit banyak menyangkut ilmu hadits.
Buku Hadits-hadits bermasalah memiliki beberapa keistimewaan dibandingkan buku sejenisnya, antara lain: Mencantumkan nama Perawi Hadits yang bermasalah, membumbuhi bukunya dengan komentar-komentar para ulama terhadap hadits yang diteliti, beliau melengkapi bukunya dengan menjelaskan Asbabul wurud hadits tersebut, dilengkapi dengan uraian cerita (qishahah) dan metode dialog (hiwar) dan menjelaskan sumber dimana hadits tersebut diambil. Sedangkan kekurangan yang terdapat pada buku beliau ialah ada beberapa hadits yang diambil dari sumber yang kedua karna kadang kala beliau kesulitan untuk mendapatkan kitab sumber yang asli karena terbatasnya literatur-literatur hadits di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA
Ya’qub, Ali Mustafa Hadits-Hadits Bermasalah (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2008)
Ya’qub, Ali Mustafa Hadits-Hadits Palsu Seputar Ramadhan (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 2003)
Ya’qub, Ali Mustafa Hadits Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994)
http//Forum Ilmiah Ushuluddin UIN Suska Riau
http//Hanif-Muhtadin.blogspot.com/2010/11/ali-musthafa-yaqub.html
htpp//darussunnah.net/index.php?option=com_content...

Hadis Tentang Kasus Seseorang Memberi Minum Anjing



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Dua kisah dari seorang laki-laki dan wanita. Keduanya melihat anjing yang kehausan. Maka keduanya memberinya minum. Allah berterima kasih kepada keduanya dan mengampuni dosa-dosanya. Begitulah, berbuat baik kepada binatang bisa menjadi sebab diampuninya dosa-dosa dan mendekatkan seorang hamba kepada Allah.
Sesungguhnya, setiap orang beriman berhak atas surga. Tak peduli apa statusnya. Orang yang mulia atau mereka yang hina-dina. Karena surga adalah milik Allah, maka terserah kepada Allah, siapa yang diridhoi-Nya untuk masuk ke dalam surga-Nya itu. Dan Rasulullah SAW telah mengindikasikan bahwa seorang ahli ibadah tidak serta-merta mendapat jaminan akan masuk surga, karena surga lebih diutamakan bagi mereka yang mencintai Allah dengan sesungguh-sungguhnya kecintaan. Seperti juga kita, maka pastilah kita lebih suka kepada orang yang kita sukai untuk datang ke rumah kita, daripada mereka yang selalu memuja-muji kita – dengan niat bergelimang pamrih. Demikianlah juga Allah memilih mereka yang lebih dicintai-Nya. Dan Dia Maha Mengetahui akan segala yang tertampak pada lahir dan terbersit dalam batin.
Maka, hendaknya kita tidak jadi merasa heran saat mengetahui bahwa Allah telah memasukkan seorang pelacur ke dalam surga-Nya yang mulia. Karena Dia sungguh mengetahui apa-apa yang selayaknya dianugerahkan kepada hamba-hamba-Nya. Tapi, bagaimana ceritanya kok seorang pelacur bisa sampai masuk ke surga? Silakan menyimak riwayat berikut ini. Semoga menjadi pelajaran dan teladan bagi kita, untuk meraih ridho Allah.
B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat mengambil beberapa rumusan masalah yang menjadi acuan pembahasan dalam makalah ini, yaitu:
1.      Bagaimana teks hadis tentang sesorang masuk surge karena member minumg anjing?
2.      Bagaiman penjelasan hadis tentang sesorang masuk surge karena member minumg anjing?
3.      Apa pelajaran yang bisa dipetik dari hadis tentang sesorang masuk surge karena member minumg anjing?
 

 

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Hadis tentang seseorang memberi minum anjing)

Teks Hadis

عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلُ اللِه صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم قَالَ : بَيْنَمَا رَجُلٌ يَمْشِي بِطَرِيْقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ، فَوَجَدَ بِئْراً فَنزَلَ فِيْهَا فَشَرِبَ، ثُمَّ خَرَجَ فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ، فَقَالَ الرَّجُلُ : لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبُ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلَ الَّذِي كَانَ قَدْ بَلَغَ مِنِّي، فَنَزَلَ الْبِئْرَ فَمَلَأَ خُفَّهُ مَاءً ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيْهِ، حَتَّى رَقِيَ فَسَقَى الْكَلْبَ، فَشَكَرَ اللَهُ لَه فَغَفَرَ لَه. قَالُوا: يَا رَسُوْلَ اللِه إِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِم أَجْراً ؟ فَقَالَ: فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ .
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ،
Artinya:
Bukhari meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Ketika seorang laki-laki sedang berjalan, dia merasakan kehausan yang sangat, lalu dia turun ke sumur dan minum. Ketika dia keluar, ternyata ada seekor anjing sedang menjulurkan lidahnya menjilati tanah basah karena kehausan. Dia berkata, 'Anjing ini kehausan seperti diriku.' Maka dia mengisi sepatunya dan memegangnya dengan mulutnya, kemudian dia naik dan memberi minum anjing itu. Allah berterima kasih kepadanya dan mengampuninya." Para sahabat bertanya, "Ya Rasulullah, apakah kita bisa meraih pahala dari binatang?" Beliau menjawab, "Pada setiap hati yang basah terhadap pahala."

Menurut riwayat Muslim sebagai berikut:
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو خَالِدٍ الْأَحْمَرُ عَنْ هِشَامٍ عَنْ مُحَمَّدٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ امْرَأَةً بَغِيًّا رَأَتْ كَلْبًا فِي يَوْمٍ حَارٍّ يُطِيفُ بِبِئْرٍ قَدْ أَدْلَعَ لِسَانَهُ مِنْ الْعَطَشِ فَنَزَعَتْ لَهُ بِمُوقِهَا فَغُفِرَ لَهَا

Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Seorang wanita pezina melihat seekor anjing yang berputar-putar di atas sumur pada hari yang panas. Anjing itu menjulurkan lidahnya karena kehausan. Lalu wanita itu menimba air dari sumur dengan sepatunya, maka dia diampuni."
Menurut riwayat Bukhari sebagai berikut:

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ الصَّبَّاحِ حَدَّثَنَا إِسْحَاقُ الْأَزْرَقُ حَدَّثَنَا عَوْفٌ عَنْ الْحَسَنِ وَابْنِ سِيرِينَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ غُفِرَ لِامْرَأَةٍ مُومِسَةٍ مَرَّتْ بِكَلْبٍ عَلَى رَأْسِ رَكِيٍّ يَلْهَثُ قَالَ كَادَ يَقْتُلُهُ الْعَطَشُ فَنَزَعَتْ خُفَّهَا فَأَوْثَقَتْهُ بِخِمَارِهَا فَنَزَعَتْ لَهُ مِنْ الْمَاءِ فَغُفِرَ لَهَا بِذَلِكَ
Artinya:
Dalam riwayat Bukhari dari Abu Hurairah, Seorang wanita pezina diampuni. Dia melewati seekor anjing di bibir sumur yang sedang menjulurkan lidahnya. Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Ia hampir mati karena haus. Lalu wanita itu melepas sepatunya dan mengikat dengan kerudungnya dan menimba air dengannya untuk anjing itu. Dia diampuni karenanya."
Takhrij Hadis

Hadis tentang orang yang memberi minum anjing diriwayatkan oleh Bukhari dalam Kitabul Musaqah, bab keutamaan memberi minum, 5/40, no. 2363.
Diriwayatkan dalam Kitabul Mazhalim, bab sumur-sumur di tepi jalan jika tidak mengganggu orang-orang, 5/113, no. 2446.
Hadis tentang wanita pezina yang diampuni karena memberi minum anjing diriwayatkan dalam Kitab Bad'il Khalqi, bab jika lalat jatuh ke bejana salah seorang dari kalian, 6/5, no. 3321.
Diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dalam Kitabus Salam, bab keutamaan memberi minum hewan, 4/1761, no. 2244 – 2445.

B.  Penjelasan Hadis

Ini adalah dua kisah tentang seorang laki-laki dan seorang wanita. Keduanya memberi minum anjing yang kehausan, maka keduanya diampuni karena kasih sayang mereka berdua kepada anjing yang mereka beri minum.
Laki-laki itu sedang berjalan di luar desanya, jauh dari rumah-rumah. Lalu dia tertimpa kehausan yan sangat. Dia melewati sebuah sumur tanpa timba. Maka dia turun ke dalam sumur. Dia minum sampai hausnya hilang, lalu naik. Di situ dia melihat seekor anjing yang sangat kehausan. Saking hausnya, anjing ini menjulurkan lidahya menjilati tanah basah di sekitar sumur untuk meringankan hausnya.
Allah telah memberikan manusia ciri-ciri tersendiri yang tidak dipunyai oleh banyak binatang. Di antaranya adalah bahwa manusia mampu mengambil air dari sumur dengan timba jika tersedia, atau turun ke sumur seperti yang dilakukan oleh laki-laki ini. Adapun anjing ini, ia tidak bisa melakukan hal itu. Ia akan mati bila tidak ada yang memberinya air.
Laki-laki tersebut melihat anjing yang kehausan ini. Dia ingat keadaan dirinya sebelum dia minum. Hausnya anjing ini sama dengan hausnya dirinya sebelum dia minum. Akan tetapi, mungkinkah dia memberi minum anjing ini sementara timba untuk mengambil air tidak ada. Dirinya telah turun ke sumur untuk minum. Anjing ini tidak bisa minum kecuali jika airnya disuguhkan di depannya. Tidak ada jalan lain untuk mengambil air kecuali melepas sepatu dan turun ke sumur lalu membawanya kepada anjing ini. Akan tetapi bagaimanapun, dia tetap tidak akan bisa memegang sepatu itu dengan kedua tangannya karena dia sendiri memerlukan keduanya untuk bisa turun dan naik sumur.
Seseorang tidak mau membawa sepatu dengan mulutnya. Karena sepatu adalah pakaian kaki dan dengannya seseorang menginjak tanah. Bisa jadi ia kotor, bisa pula baunya tidak sedap. Pada umumnya, seseorang tidak mendekatkan sepatu atau sandalnya ke mulutnya atau hidungnya, lebih-lebih membawanya dengan mulutnya.
Akan tetapi belas kasih yang kuat di dalam hatinya mendorongnya melakukan apa yang dia lakukan. Dengan cara ini dia memberi air kepada anjing itu. Maka Allah berterima kasih kepadanya, mengampuni dosanya, dan memasukkannya ke dalam rahmat-Nya.
Adapun wanita yang memberi minum anjing, lalu dosanya diampuni, dia adalah salah seorang WTS (wanita tuna susila) Bani Israil yang melakukan perzinahan dan menjadikanya sebagai profesi dan sumber penghasilan. Walaupun wanita ini diampuni dosanya oleh Allah karena itu, akan tetapi terdapat perbedaan yang nyata di antara keduanya.
Wanita itu lebih besar dosanya daripada laki-laki itu, karena dia adalah seorang WTS. Sementara laki-laki itu tidak dinyatakan demikian. Dari segi ini dosa wanita itu lebih besar dan berat. Wanita itu sebelum memberi minum anjing, dia tidak merasakan haus seperti yang dirasakan oleh laki-laki itu. Perbedaan antara keduanya ini menjadi pendorong secara pribadi pada diri wanita itu untuk memberi minum. Karena, laki-laki itu pada saat dia melihat anjing kehausan, dia merasakan sedang merasakan apa yang dirasakan oleh anjing. Lain halnya dengan wanita tersebut. Jadi, pendorong pada diri wanita itu adalah kepedihan dan belas kasih karena melihat anjing yang kehausan. Dia belum mengalami sendiri keadaan seperti keadaan laki-laki dan anjing itu.
Akan tetapi, tingkat kesulitan laki-laki ini lebih tinggi daripada kesulitan si wanita. Wanita itu datang ke sumur yang airnya dekat. Manakala dia tidak menemukan timba untuk mengambil air, dia melepas sepatunya dan mengikatnya dengan kerudungnya. Itulah timba yang digunakannya untuk mengambil air dari sumur. Dengan cara inilah dia memberi minum anjing.
Adapun laki-laki itu, sepertinya air sumur saat itu dalam. Dia tidak mempunyai pakaian yang cukup untuk mengikat sepatunya, dan dia mengambil air dengan cara seperti dalam hadis. Laki-laki tersebut mengeluarkan usaha yang berlipat, di samping itu dia mengeluarkan air dengan cara yang banyak orang menolak melakukannya.
Walaupun terdapat perbedaan antara keadaan laki-laki dengan wanita itu, hanya saja Allah telah mengampuni keduanya. Keduanya telah melakukan perbuatan yang sama. Keduanya berbelas kasih kepada anjing yang kehausan dan memberinya minum. Karenanya, Allah mengampuni dan merahmati keduanya.

C.  Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah Hadis

1.    Besarnya pahala orang yang berbuat baik kepada hewan. Kedua orang yang disebutkan di dalam hadis diampuni dosanya lantaran memberi minum anjing yang kehausan. Jika ampunan ini diperoleh lantaran memberi minum seekor anjing, lalu bagaimana dengan orang yang memberi minum manusia yang haus, memberi makan manusia yang lapar, dan memberi pakaian manusia yang telanjang. 
2.    Besarnya karunia Allah dan keluasan rahmat-Nya. Dia membalas dengan balasan yang besar atas perbuatan yang sedikit. Allah mengampuni dosa orang tersebut hanya dengan sedikit perbuatan, yaitu dengan memberi minum anjing.
3.    Pada kalangan Bani Israil di kurun waktu tertentu telah membudaya tradisi dosa-dosa besar. Di antaranya adalah zina. Wanita yang disinggung dalam hadis adalah seorang WTS.
4.    Seorang muslim pelaku dosa besar tidak divonis kafir. Bisa jadi Allah mengampuni dosa besar seseorang tanpa taubat karena dia melakukan kebaikan yang dengannya Allah mengampuninya. Wanita pezina itu diampuni bukan karena taubatnya, akan tetapi karena dia memberi minum anjing, sebagaimana hal itu jelas terlihat dari hadis. Tidak mengkafirkan seorang muslim karena suatu dosa adalah sesuatu yang ditetapkan di dalam syariat Taurat, juga dalam syariat kita.
5.    Boleh menggali sumur di jalan umum. Laki-laki yang memberi minum anjing itu mendapatkan air di sebuah sumur di tepi jalan yang dilewatinya. Barang siapa menggali sumur di tepi jalan supaya orang-orang bisa minum, maka dia memperoleh pahala. Jika dia menggali untuk menyiram tanamannya, maka perbuatannya itu disyariatkan. Akan tetapi, dia harus meletakkan rambu-rambu yang memperingatkan agar tidak ada yang terjerumus ke dalamnya.

 

BAB III
PENUTUP
Besarnya pahala orang yang berbuat baik kepada hewan. Kedua orang yang disebutkan di dalam hadis diampuni dosanya lantaran memberi minum anjing yang kehausan. Jika ampunan ini diperoleh lantaran memberi minum seekor anjing, lalu bagaimana dengan orang yang memberi minum manusia yang haus, memberi makan manusia yang lapar, dan memberi pakaian manusia yang telanjang. 
Seorang muslim pelaku dosa besar tidak divonis kafir. Bisa jadi Allah mengampuni dosa besar seseorang tanpa taubat karena dia melakukan kebaikan yang dengannya Allah mengampuninya. Wanita pezina itu diampuni bukan karena taubatnya, akan tetapi karena dia memberi minum anjing, sebagaimana hal itu jelas terlihat dari hadis. Tidak mengkafirkan seorang muslim karena suatu dosa adalah sesuatu yang ditetapkan di dalam syariat Taurat, juga dalam syariat kita.
Besarnya karunia Allah dan keluasan rahmat-Nya. Dia membalas dengan balasan yang besar atas perbuatan yang sedikit. Allah mengampuni dosa orang tersebut hanya dengan sedikit perbuatan, yaitu dengan memberi minum anjing.
  

DAFTAR PUSTAKA

Gassing, H.A. Qadir, Etika Lingkungan Dalam Islam, Cet. 1; Jakarta: pustaka Mapan, 2007.
Nawawi,Imam, Terjemah HadisArba’in , Cet. 1; Sukoharjo: Insan Kamil, 2010
Salim,Syarah Riyadhush Shalihin, jilid 5; Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2007
http://al-atsariyyah.com/hukum-mengurung-binatang.html
http://Zaharuddinlaotak.blogspot.com/2012/09/larangan-menyiksa-dan-membunuh-hewan.html.