Melanjutkan pendidikan diperguruan tinggi adalah
merupakan cita-cita setiap insan yang baru menyelesaikan pendidikannya di SMA
dan sederajat. Merupakan kebanggaan tersendiri buat mereka dengan menyandang
status sebagai mahasiswa karena menjadi seorang mahasiswa tentunya akan mengangkat
derjat strata sosialnya ditengah masyarakat. Tidak hanya mereka yang bangga
dengan statusnya sebagai mahasiswa akan tetapi orang tuanya pun juga ikut
merasa bangga dengan anaknya yang telah menjadi seorang mahasiswa.
Itu
juga sebenarnya yang saya rasakan dulu, pertama kali menginjakkan kaki dikampus
UIN Alauddin Makassar, ada berbagai perasaan yang menyelimuti saya, senang, bangga dan tertantang. Senang karena bisa melanjutkan pendidikan
di UIN Alauddin yang merupakan cita-cita saya waktu masih di MA, apalagi saya
masuk di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang notabenenya kata dosenku adalah
fakultas kaum intelektual. Bangga karena berhasil bersaing dengan ribuan calon
mahasiswa yang bermimpi kuliah di UIN
Alauddin dan akhirnya saya juga lulus. Saya pun tertantang karena menjadi seorang
mahasiswa itu bukan hal yang mudah, karena banyak amanah yang harus saya
selesaikan, bukan hanya sekedar amanah dari orang tua akan tetapi juga amanah
dari Tuhan. Identitas baru pun melekat dalam diri saya yaitu Mahasiswa.
Berbagai
alasan-alasan atau tujuan yang di kemukakan sehinggah mereka masuk ke perguruan
tinggi, salah satu alasan yang paling
mendasar yang terucap dari mulut mereka adalah supaya mudah untuk mendapatkan
pekerjaan. Dengan kuliah tentunya akan mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.
Pada kenyataannya, itulah yang terjadi pada mahasiswa, tidak hanya sekedar
untuk mendapatkan sebuah pekerjaan, jabatan ataupun kedudukan akan tetapi
menjadi seorang mahasiswa adalah sebuah strata sosial yang bisa menjadi sebua
gaya hidup. Status sebagai mahasiswa adalah perubahan gaya hidup yang berbeda
dengan yang lain, karena menurut mereka menjadi mahasiswa adalah gaya hidup
yang dipandang sebagai gaya hidup kelas menengah atau bahkan kelas atas yang
mampu mengkomsumsi produk gaya hidup modern.
Status
mahasiswa sebagai kaum intelektual tidak berlaku lagi pada mereka. Masyarakat
tidak memandang lagi mahasiswa sebagai pembela rakyat, pengontrol gerak
pemerintah, dan aktivis perubahan (Agen of change). Posisi insan kampus ini
mengalami titik kritis sehinggah posisinya semakin tidak jelas. Belum lagi
media terutama Televisi menambah citra buruk mahasiswa yang dimana didalamnya
mahasiswa seolah-olah menjadi obyek yang menarik untuk dijual. Mereka hadir
dalam acara Reality Show, Hitam
Putih, Empat Mata dan program
TV lainnya yang
dengan lengkap memakai almamaternya, mereka biasa-biasa saja bahkan justru mereka bangga karena bisa masuk TV.
Dalam
kisah sinetron juga misalnya, mahasiswa juga hanya sebagai obyek tontonan dan
tertawaan masyarakat yang sama sekali tidak bisa disumbangsikan kepada
masyarkat, mengangkat kisah kehidupan mahasiswa yang sibuk dengan urusan
cintanya dengan drama yang berlebihan, dimana kampus hanya sebagai tempat
pencarian pasangan, menjadi tempat aktivitas cinta sempit yang bernama pacaran,
menonjolkan tampilan fisik, trendi-trendian dan gaul-gaulan. Sehingga apa yang
terjadi adalah mahasiswa hanya dipandang sebagai mereka yang hanya mementingkan
dan memikirkan dirinya sendiri. disisi lain mereka menangis dan bersedih ketika
tidak mendapatkan pasangan, menjadikan kampus sebagai tempat bersenang-senang
dan hura-hura, menyediakan waktu yang banyak di Mall, sehingga kampus pun
menjadi sebagian dari gaya hidup.
Apa
yang terjadi saat ini pada Mahasiswa, sungguh menjadi ironi. Gaya hidup
Mahasiswa sekarang terprosok kearah prinsip hidup hedonisme yang kalau boleh
dibilang, justru menjerumuskan diri mereka pada jurang kapitalisme. Sifat acuh
terhadap realitas sosial, pergaulan dan gaya hidup glamour yang mengikuti trend
masa kini membuat mahasiswa menjadi apatis.
Kegiatan
yang diadakan oleh mahasiswa di kampus pun sudah jauh dari mencerahkan,
kebanyakan kegiatan-kegiatan mereka terutama yang digarap oleh organisasi intra
kampus lebih cenderung kepada hedonis, yang sama sekali tidak menuju kepada
intelektual. Pentas musik, Pemilihan Putra Putri kampus adalah
kegiatan-kegiatan yang hanya menonjolkan gaya hidup semata yang sama sekali
tidak mengarah kepada hal-hal yang sifatnnya akademik dan ilmiah. Meskipun ada
kegiatannya yang intelektual, seperti seminar atau bedah buku, akan tetapi
semua itu tidak mengarah kepada fungsi seminar sebagai tempat untuk tema-tema
kritis dan mencerahkan, terutama berguna kepada perubahan sosial. Mereka yang
hadir dalam seminar hanya sekedar menghadiri saja dan bahkan tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan sertifik at.
Bermacam-macam
sekarang aktivitas mahasiswa yang dapat kita jumpai, akan tetapi tidak jelas
kemana arahnya. Mereka memang rajing datang ke kampus, mengisih daftar absen,
duduk mendengarkan kuliah, tetapi kebanyakan dari mereka hanya duduk saja tanpa
mengajukan satu pun pertanyaan.
Mereka
menghabiskan waktunya dengan berkumpul di kantin, atau duduk di tempat-tempat
yang indah di kampus. Apa yang mereka bicarakan? Produk barukah? Teman atau
pacar barukah? atau film drama cinta korea? Lalu kemudian berapa banyak waktu
yang mereka sediakan untuk membaca, menulis dan kajian? Tentu kita
masing-masing sudah tahu jawabannya. Sehingga budaya kritispun seakan lenyap
dengan seiring berjalannya waktu.
Inti
dari tulisan ini sebenarnya tidak
untuk menghakimi tapi hanya sebuah refleksi kepada kita
semua. Karena
sesungguhnya mahasiswa adalah generasi pelanjut yang akan menggantikan mereka
yang lebih sonior, menggantikan mereka yang dipemerintahan, menggantikan mereka
yang mengajar di kampus sebagai dosen, menggantikan mereka yang di mesjid
sebagai imam dan sebagainya. Jikalau saat ini mahasiswa hanya tinggal diam, dan
terlenah oleh kesenangan-kesenagan yang ditawarkan oleh kaum kapitalis, dan
terbawa arus oleh gaya hidup modern, pastinya mimpi untuk memperbaiki negeri ini hanya sekedar di buah bibir saja,
perubahan-perubahan yang diharapkan hanya sekedar hayalan saja, oleh karena
itu, mahasiswa seharunya kembali kepada identitas dan fungsinya, budaya-budaya
mahasiswa harus dikembalikan karena kemunduran kampus adalah kemunduran
kemanusisaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar