Tak terasa sudah
setahun berlalu perasaan ini aku pendam. Rasa yang ingin segera kuselesaikan tanpa
mengorbankan perasaan aku atau dirinya. Apakah perasaan ini akan tetap ada dan terus
berlanjut? Aku tak tahu, tapi aku berharap ini akan sirna dan lenyap dengan seiring
berjalannya waktu.
Cerita aku dan dia
sebenarnya dimulai pada tahun lalu (2011). Biar kuceritrakan sepenggal kisah dalam
perjalananku, sebua realita yang benar-benar terjadi.
Aku mulai mengenalnya
ketika dia masih mahasiswi baru. Berawal ketika aku mencalonkan diri sebagai ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ). Ketika tiba masa kampanye, aku diundang masuk kekelasnya memperkenalkan diri dan menyampaikan visi misi dan program kerjaku. Mungkin dari situlah dia mulai mengenalku.
Singkat cerita tibalah
hari yang ditunggu-tunggu yaitu hari penghitungan suara, hari yang mendebarkan buataku,
penghitungan suarapun dimulai, satu persatu suara dihitung hingga akhirnya sampai
pada suara yang terakhir dan hasilnya aku kalah dengan beda tujuh suara. Aku sedikit
berkecil hati dengan kekalahan ini, tapi ini tidak berlangsumg lama seiring karena
teman-temanku berusaha untuk terus mensupport dan menyemangatiku.
Keesokan harinya,
hpku berdering tanda ada pesan yang masuk “Kak tetap semangat.!! Setidaknya kaka sudah menunjukkan jiwa kepemimpinan kaka” begitu isi pesan tersebut, “Iya,,,
makasi de’” singkat saja jawabku. Dengan sms itu aku merasa kembali kuat,
sebenarnya aku tidak tahu siapa yang mengirimkan sms tersebut sehingga awalnya aku apatis
dan tidak peduli, akan tetapi tidak cuma sampai disitu, sms-an ini terus berlanjut
hingga sore hari dan mulai menanyakan identitas, kegiatan, kuliah, semua menjadi
bahan obrolan menarik.
Saya makin dibuat
penasaran olehnya, hatiku selalu bertanya-tanya siapakah sebenarnya dia? Ingin cepat
rasanya mengenal dia. Hingga akhirnya dia meminta nama fb aku, dengan senang
hati akupun memberikannya. Komunikasi kami berlanjut didunia maya, menanyakan hal-hal
yang tidak penting tapi menjadi penting bagi kami hingga akhirnya kami saling mengenal.
Sebenarnya sudah beberapa kali aku melihatnya tapi aku tidak tahu ternyata dialah
orangnya.
Pertemuan pertama setelah kami saling mengenal tempatnya dikampus, setelah bertemu ingin rasanya selalu melihatnya, wajahnya selalu terbayang-bayang dipikiranku,
aku mulai merasakan ada yang aneh dengan perasaanku, benih-benih itu makin lama
makin menggunda dihati, aku tidak mengerti kenapa perasaan ini hadir dan menaklukanku.
Perasaan yang membuat hati penasaran. Perasaan ini sebelumnya sama sekali tidak
perna aku rasakan separah ini. Aku tidak tahu asbabun nuzul dari perasaan ini. Kenapa
perasaan ini hadir dengan sendirinya? Padahal ia tidak perna saya undang dan saya
kehendaki. Mungkin inilah yang dinamakan cinta.
Perasaan inilah
yang setiap hari bergejolak dalam hatiku hingga akhirnya aku sadar bahwa ini semua
harus diakhiri, Aku merasa terlalu hina untuk mendekap cinta itu. Aku terlalu bodoh
untuk mengerti dan terlalu egois untuk memahami, tak seharusnya kutanam benih cinta
itu dihatiku dan dihatinya, hingga kini lara yang harus kutuai karena aku dan dia tak
mungkin bersama lantaran kami masih dalam perjalanan mencari ilmu dikampus. Astaghfirullah…
Maafkan hamba Ya Rabb. Hamba begitu nista dalam menghadapi rasa ini. Hamba telah
tertipu oleh nafsu syahwati, tak mampu menempatkan mana cinta yang sebenarnya. Maafkan
hamba Ya Rab.
Sungguh aku menyesal
telah mengotori hatinya, telah membuat hatinya bimbang, aku telah melakukan kesalahan
besar, tapi aku masih merasah beruntung karena aku tidak pernah berkata bahwa aku
mencintainya, meskipun pernah terbesit dibenakku untuk mengatakan bahwa aku punya
rasa akan dirinya.
Sekarang apa
yang harus aku lakukan? Melupakannya? Puasa? Bersabar? Atau apa? Perasaan ini masih
menggundah dan bergejolak di hati. Tak mampu rasanya aku menahan, bahkan dengan
puasa. Melupakannya? Begitu berat kurasa. Telah coba kupadamkan gejolak hati tapi
apa daya sabar terenggus gundah. Semangat puasa terkikis galau. Ah, aku benar-benar
bingung. Jika mungkin, ingin kusegera meminangmu menjadi istriku. Namun itu semua
tak mungkin. Melupakanmu, meninggalkanmu sepertinya hal terbaik. Namun itu berat.
Pada hari-hari selanjutnya,
aku berusaha untuk tidak lagi berinteraksi dengan dia, aku harus menghindarinya,
aku harus menebas habis perasaanku ini hingga keakar-akarnya, karena aku takut kalau
nantinya benih-benih perasaan ini tumbuh kembali.
Tapi disisi lain
aku merasa bersalah ketika aku harus menjauhinya, karena membuat dirinya bertantanya-bertanya.
Tapi biarlah, ini aku lakukan demi untuk menjaga hatiku dan hatinya.
Kutegaskan, aku
tidak akan pacaran dengannya. Tidak juga menjalin suatu hubungan yang lebih dari
sekedar teman. Aku tahu ada hijab antara aku dengannya
dan aku takkan mencoba melewati batasan itu.
Sebenarnya aku benci
saat harus bertempur melawan pikiranku tentangnya. Aku benci, saat konsentrasiku
terganggu karena bayangnya. Aku benci, saat hati ini bertanya, sedang apakah dirinya
saat ini? Sejuta pertanyaan, namun tidak satupun ada jawaban. Kenapa jadinya seperti
ini? Haruskah begini? Bodoh sekali, andai kubisa memilih untuk tidak memiliki
rasa itu padanya. Bagiku ini sangat menyebalkan. Huuff.. adakah obatnya?
Ya rabb, Engkau
mengujiku dengan cara yang teramat indah. Aku akui, semua itu memang indah, meski juga menyakitkan buatku. Rabb, kumohon hentikan bayang-bayangnya yang
senantiasa hadir, senyumnya, suaranya, dan segala tentangnya.
Mungkin kisah ini
akan kusesali suatu hari nanti. Kisah yang membuatku perih. Tapi biarlah,
kuyakini kebesaran Allah, jika jodoh ia takkan pergi jauh. Karena aku yakin seperti
apa yang dikatakan oleh salah seorang sahabatku bahwa “Meskipun dia ada diujung timur dan kamu ada diujung barat kalau itu jodoh
pasti Tuhan akan mempertemukanmu”. Jadi kesimpulannya sekarang, biar kuusaikan
saja persinggahanku. Dan berlayar lagi mengarungi kehidupanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar